Kebangkitan Gerakan Ekologi di AMM oleh David Efendi, aktivis Kader Hijau Muhammadiyah.
PWMU.CO– Satu bulan terakhir saya mengumpulkan poster kegiatan bertema lingkungan di dalam ekosistem Muhammadiyah mulai majelis, Ortom, AUM, PTM, komunitas, PCIM, lembaga.
Ada setidaknya 85 kegiatan lingkungan hidup menjelang dan sepanjang bulan puasa Ramadhan tahun 1442 Hijriyah ini.
Dari kegiatan itu setidaknya menunjukkan ada gelombang Islamic environmentalist yang diprakarasi oleh kader-kader Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Ada upaya eko-jihad dan berfastabiqul khairat di dalam membela alam. Ada kebangkitan kesadaran ekoliterasi.
Dinamika ekoliterasi di kalangan kaum muda Muhammadiyah ini karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah tumbuhnya pengetahuan dan tafsir baru risalah-risalah dalam Muhammadiyah seperti terbitnya fikih air, fikih kebencanaan, teologi lingkungan, akhlak lingkungan.
Faktor eksternal dipengaruhi oleh interaksi dengan beragam informasi tentang organisasi seperti WALHI, JATAM, WWF, Greenpeace, KIARA, MUI, forum ilmiah yang mendedah hasil-hasil riset mutakhir tentang kerusakan lingkungan dan persoalan sumber daya alam.
Interaksi ini sifatnya multi arah sehingga memungkinkan kolaborasi dan proses dialektika pengetahuan yang lebih memadai dan intensif. Memunculkan kesadaran efek global warming yang membawa dampak bagi kehidupan manusia sehingga memunculkan gerakan ekologi.
Ada tujuh hal yang mendorong kebangkitan gerakan ekologi di kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Pertama, kondisi riil yang mengancam kesehatan anak muda. Mulai memahami pengetahuan perubahan iklim.
Kedua, kaum muda sebagai zoon economicus dapat mencium persoalan keterancaman ekonomi secara nyata sehingga mulai peduli pada kehidupan berkelanjutan.
Ketiga, kesadaran berdemokrasi untuk memperjuangkan perubahan kondisi sosial politik ekonomi dan lingkungan hidup. Misalnya, mengikuti aksi tolak Omnibuslaw, menolak revisi UU KPK, dan UU eksploitasi sumber daya alam.
Keempat, menyadari makin berkurangnya ruang publik untuk mendukung kehidupan sosial.
Kelima, pemahaman teologi di Muhammadiyah memperkuat keyakinan dimensi kerusakan bumi dengan eksploitasi oleh manusia.
Keenam, ketersediaan akses pengetahuan tentang ekologi karena tarik ulur antara globalisasi-lokalisasi. Globalisasi diupayakan sejalan dengan penghormatan terhadap entitas lokal, adat, hutan, biodiversitas.
Ketujuh, gaya hidup ekologis yang selaras dengan praktik akhlak islami. Mengamalkan ajaran Nabi saw, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. (*)
Editor Sugeng Purwanto