PWMU.CO — Muhadjir Effendy: Ambil Ibrah Ramadhan di Tengah Covid-19. Menko PMK itu mengatakan, bulan Ramadhan kali ini adalah kali kedua di tengah suasana pandemi Covid-19.
Masih adanya wabah menyebabkan berbagai tradisi di bulan Ramadhan masih dibatasi, seperti shalat Tarawih dengan pembatasan jamaah dan tidak diperbolehkannya mudik Lebaran.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, Allah SWT menciptakan keadaan yang tidak menyenangkan ini dengan menyisipkan hikmah di baliknya.
Hal itu disampaikannya saat menjadi nara sumber secara daring pada acara Khatmil Quran dalam Rangka Peringatan Nuzulul Quran 1442 H yang diadakan Pengurus Besar Nahdlatul Wathan, pada Kamis (29/4/2021).
“Karena pasti Allah setiap membuat kejadian pasti di baliknya ada hikmah. Dan hanya orang yang beriman, orang yang bertakwa yang bisa mengambil hikmah dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Ada Ibrah di Balik Pademi
Muhadjir Effendy mengajak umat Islam untuk mengambil ibrah (pelajaran) dari pandemi Covid-19. Di antaranya yaitu dengan selalu disiplin protokol kesehatan, serta meraih hikmah Ramadan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT .
“Marilah pada kesempatan ini kita betul-betul menjadi umat yang bisa mengambil hikmah dari wabah dengan terus mematuhi hidup yang disiplin terhadap kesehatan. Terutama mematuhi protokol kesehatan, selalu menggunakan masker, rajin cuci tangan, dan menghindari kerumunan,” pesan Muhadjir.
“Serta kita harus meningkatkan toleransi, gotong-royong taawun dan terus menunjung tinggi asma Allah SWT,” imbuhnya.
Ketua Umum PBNW Syaikhuna Tuan Guru Bajang KH M Zainuddin Atasni, menyampaikan ucapakan terima kasih. Karena Menko PMK yang bersedia menghadiri acara pembacaan al-Quran itu secara daring.
Khatmil Quran itu diikuti oleh 10 ribu peserta dari seluruh Indonesia. Mereka berpartisipasi secara daring via Zoom Cloud Meeting.
Acara luring dalam rangka peringatan Nuzulul Quran dipusatkan di Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani di NTB. Acara ini juga dihadiri secara daring guru hafidh Masjidil Haram dan Madrasah Assaulatiyah Makkah, Syaikh Ahmad Muhammad Yar. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni