Hukum Meninggalkan Puasa Ramadhan tanpa Alasan Syari ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Hukum Meninggalkan Puasa Ramadhan tanpa Alasan Syari ini berangkat dari hadits riwayat Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Baihaqi.
عن أبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلَانِ فَأَخَذَا بِضَبْعَيَّ فَأَتَيَا بِي جَبَلًا وَعْرًا فَقَالَا لِيَ: «اصْعَدْ» فَقُلْتُ: «إِنِّي لَا أُطِيقُهُ»، فَقَالَا: «إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ»، فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ: «مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ؟» قَالُوا: «هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ»، ثُمَّ انْطُلِقَ بِي فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ، مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ، تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قَالَ: قُلْتُ: «مَنْ هَؤُلَاءِ؟» قَالَ: «هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ.أخرجه ابنُ خزيمة, وابنُ حبَّان, والحاكم, والبيهقيُّ , وصحَّحه الألبانيُّ في(السلسلة الصحيحة)
Dari Abu Umamah al-Bahili radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku. Keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku: “naiklah!”
Aku menjawab: “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, sehingga aku bertanya: “suara apa itu?”. Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka.”
Kemudian aku dibawa ke tempat lain, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang digantung terbalik dengan urat-urat kaki mereka sebagai ikatan. Ujung-ujung mulut mereka sobek dan mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Keduanya menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya. (HR Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban, al Hakim dan al Baihaqi)
Hukum puasa Ramadhan
Ramadhan segera berlalu, kadang kita lihat di sekeliling ada saja orang-orang yang tidak berpuasa. Mereka masuk ke warung atau warkop yang ditutupi tetapi masih kelihatan kaki mereka. Entah karena faktor musafir atau karena halangan lainnya, sehingga mereka tidak berpuasa, hanya Allah yang Maha Tahu.
Yang kita ketahui bersama bahwa puasa Ramadhan hukumnya fardlu ain yakni kewajiban individual bagi setiap Mukmin dengan syarat sudah baligh, sehat jasmani dan ruhani dan memiliki kemampuan menjalankannya. Jika sampai meyakini bahwa puasa di bulan Ramadhan tidaklah kewajiban dan bagian dari rukun Islam maka ia tergolong sebagai orang kafir. Akan tetapi jika ia tidak menjalankan karena faktor tertentu misalnya malas maka akibatnya sangat berat bagi dirinya. Sebagaimana dalam hadits di atas.
Harus Qadhakah?
Adapun berkenaan dengan apakah ia harus mengqadha yakni mengganti di hari yang lain dan atau membayar fidyah, maka para ulama berpendapat ia tidak harus mengqadla atau membayar fidyah, sebab ia tidak menjalankan karena memang sengaja dan bukan karena faktor ada udzur syar’i.
Ia harus sungguh-sungguh bertaubat disertai penyesalan yang sangat, dan selalu mejaga hukum-hukum atau syariat Allah dalam kehidupannya secara keseluruhan dan selalu memperbanyak amal shalih. Di samping itu kewajiban puasa waktunya sudah ditentukan yaitu sebulan di bulan ramadhan, sehingga jika ia sengaja tanpa udzur meninggalkan puasa tidak bisa diganti dengan waktu lainnya yang di luar waktu yang ditentukan. Sedangkan hukum qadha atau mengganti di hari yabg lain hanya bagi yang ada udzur syar’i. Wallahu ‘alam.
Adapun hadits yang menjelaskan bahwa tidak bisa diganti dengan puasa setahun penuh kalau ia mau puasa, para ulama al-muhadditsin berpendapat haditsnya dhaif bahkan palsu, sehingga tidak dapat digunakan menjadi hujjah, sebagaimana hadits berikut ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ وَلَا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ وَإِنْ صَامَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ و سَمِعْت مُحَمَّدًا يَقُولُ أَبُو الْمُطَوِّسِ اسْمُهُ يَزِيدُ بْنُ الْمُطَوِّسِ وَلَا أَعْرِفُ لَهُ غَيْرَ هَذَا الْحَدِيثِ. رواه الترميذى
Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang berbuka walau satu hari pada bulan Ramadhan bukan karena sakit atau ada rukhshah (keringanan), maka puasanya tidak dapat diqadha meskipun dia berpuasa setahun penuh.”
Abu ‘Isa berkata, kami mengetahui hadits Abu Hurairah kecuali melalui riwayat di atas. Saya mendengar Muhammad berkata, Abul Muthawwis bernama Yazid bin Muthawwis dan saya tidak mengetahui dia meriwayatkan hadis kecuali hadis ini. (HR Tirmidzi)
Sekalipun demikian jika hadits di atas dianggap sah tentu tidak ada yang akan sanggup menjalankannya.
Hukuman Berat
Bagi yang meninggalkan puasa tanpa udzur hukumannya di akhirat sangat berat, sebagaimana keterangan dalam hadits di atas. Di neraka mereka akan disiksa dengan urat-urat kakinya sebagai ikatan, ujung mulut mereka sobek dan mengalirkan darah. Sungguh sangat mengerikan. Hanya bertaubat dengan sungguh dan dengan penyesalan untuk tidak mengulanginya lagi insyaallah akan diterima taubatnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (at-Tahrim 8)
Hadits di atas merupakan bentuk mimpi rasulullah, dan mimpi semua para nabi adalah kebenaran. Mimpi para nabi adalah pelajaran dan kabar kebenaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai hukum dari Allah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post