Selamat Idul Fitri: Taqabbalallahu atau Minal Aidin wa Faizin? Ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Selamat Idul Fitri: Taqabbalallahu atau Minal Aidin wa Faizin? Ini berangkat dari hadits riwayat Ibnu Majah.
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّ
هُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ ( مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ). رواه ابن ماجه
Dari Tsauban pelayan Rasulullah, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Bahwasanya beliau bersabda: “Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka seakan ia berpuasa setahun secara sempurna. Dan barangsiapa berbuat satu kebaikan maka ia akan mendapat sepuluh pahala yang semisal.” (HR Ibnu Majah)
Idul Fitri
Idul Fitri merupakan hari yang dinantikan oleh segenap kaum Muslimin, sebagai perayaan yang selalu terulang (id) setiap tahun. Kebahagiaan selalu menyertai perayaan Idul Fitri bagi segenap kaum Muslimin. Namun demikian bersamaan dengan itu ada yang merasa kehilangan setelah ditinggal bulan suci Ramadhan.
Karena bagaimanapun Ramadhan telah meninggalkan kenangan dengan keindahan fasilitas di dalamnya, yang pasti tidak ditemui di bulan selain Ramadhan. Maka sudah selayaknya kerinduan bertemu dengan bulan Ramadhan tahun depan masih bergelanyut di dalam hati.
Tetapi masalah waktu hanya Allah yang punya rahasia. Tiada seorang pun yang dapat menjamin diri maupun orang lain. Apakah ia akan sampai usia pada Ramadhan 1443 H akan datang atau tidak.
Sesungguhnya memang tidak ada yang dapat kita banggakan, yang membuat kita menjadi sombong dan angkuh. Terutama dengan seruan-seruan dari Allah SWT. Setiap seruan-Nya merupakan belaian kasih-sayang-Nya yang begitu besar kepada kita.
Setiap apa yang diperintahkan-Nya kepada kita, pastilah suatu yang baik. Baik bagi diri dan juga berdampak positif pada lingkungan kita. Dan setiap yang dilarang pasti sesuatu yang buruk. Dan tentu membahayakan bagi kehidupan kita dan secara tidak sadar juga berdampak negatif pada lingkungan sekitar kita.
Peningkatan di Bulan Syawal
Di bulan Syawal ini—sesuai dengan namanya–bermakna peningkatan. Mari kita meningkatkan atau, paling tidak berusaha, tetap mempertahankan aktifitas ritual kita di bulan Ramadhan. Di samping puasa wajib yang telah kita tunaikan, masih ada puasa sunnah lainya termasuk puasa enam hari di bulan ini. Dengan berpuasa enam hari berarti kita menyempurnakan puasa Ramadhan kita. Sebagaimana penjelasan dalam hadits di atas.
Demikian dengan shalat Tarawih kita. Mestinya kita tetap pertahankan dengan waktu yang lebih fleksibel. Bisa setelah shalat Isya menjelang tidur, atau lebih utama sepertiga malam menjelang Subuh. Karena hal ini merupakan kebiasaan dari orang-orang shalih.
وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةٗ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامٗا مَّحۡمُودٗا وَقُل رَّبِّ أَدۡخِلۡنِي مُدۡخَلَ صِدۡقٖ وَأَخۡرِجۡنِي مُخۡرَجَ صِدۡقٖ وَٱجۡعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلۡطَٰنٗا نَّصِيرٗا وَقُلۡ جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَزَهَقَ ٱلۡبَٰطِلُۚ إِنَّ ٱلۡبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقٗا
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah:
“Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (al-Isra’ 78-81)
Musuh Utama Ada dalam Diri
Kebatilan senantiasa bersemayam dalam diri kita. Kebatilan bukan pada siapa-siapa atau orang lain. Kebatilan ada dalam diri kita sendiri. Diri kita sendiri yang malas, diri kita sendiri yang acuh, yang sombong, yang angkuh, yang tidak mau menyambut seruan-Nya. Padahal di sinilah jalan kebagahagiaan itu, jalan yang selalu kita minta saat shalat saat kita baca surat al-Fatihah. Jalan menuju keselamatan kehidupan dunia sampai di akhirat.
Maka dengan usia yang masih tersisa ini. Tiada hal yang terbaik kecuali selalu kita instropeksi diri (muhasabah). Memanfaatkanya untuk kemaslahatan sesama, menyeru, mengajak untuk sepenuh hati menjalankan perintah-perintahNya. Bersama-sama meminimalisasi terjadinya kemungkaran. Di sinilah makna takwa. Dan taqwa merupakan posisi tertinggi di sisi Allah SWT.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujuraat 13).
Tahniah Idul Fitri
Tahniah adalah lawan kata dari takziyah. Jika takziyah adalah ungkapan duka cita sedangkan tahniah adalah ungkapan suka cita. Menurut para ulama tidak ada ungkapan secara khusus dalam merayakan hari raya Idul Fitri. Tetapi Jika mengucapkan maka hukumnya adalah mubah atau jaiz, yakni boleh-boleh saja. Di antara atsar sebagai berikut:
فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن .
Dari Jubair bin Nufair berkata: para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Ketika bertemu pada hari Id berkata antara satu dengan lainnya: “Taqabbalallahu minna wa minka.” Imam al-hafidh Ibnu Hajar berkata: sanadnya baik.
Tetapi para ulama sepakat tidak ada petunjuk secara khusus dari Rasulullah tentang hal ini.
Sering kita dengar di antara kita jika bertemu di hari raya mengucapkan “Minal aidin wa faizin. Mohon maaf lahir dan batin” Atau hanya ungkapan “minal aidin wal faizin” yang sudah dianggap mewakili kalimat “mohon maaf lahir dan batin” itu.
Tentu hal ini bukanlah suatu kebenaran, karena makna minal aidin wal faizin bukanlah mohon maaf lahir dan batin. Entah dari mana asal-usul ungkapan ini tetapi hal itu sudah membudaya di tengah masyarakat kita.
Karena dianggap tidak berkaitan dengan ibadah, yakni hanya hubungan antara manusia dan bersifat sebagai adat atau kebiasaan dalam masyarakat maka di antara para ulama tidak mempermasalahkannya. Wallahu a’lam.
Atas nama penulis di kolom ini sebagai hamba faqir ilallah, saya menyampaikan: Selamat menyambut Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriyah
تقبل الله منا ومنكم صالح الأعمال و الطاعات, كل عام و أنتم بخير
Semoga Allah menerima semua amal shalih dan ketaatan kita, dan semoga setiap tahun antum selalu dalam kebaikan. Mohon maaf atas segala khilaf baik yang tersilap atau yang tidak tersengaja. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni