PWMU.CO – Banyak peradaban musnah, namun Muhammadiyah tetap tegak dan kokoh di abad kedua.
Hal itu menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir karena organisasi ini mempunyai sistem yang mapan, semangat, serta jiwa persaudaraan yang terus dipupuk bersama.
Haedar menyampaikannya pada acara Halalbihalal dan Silaturahmi Idul Fitri 1442 H Keluarga Besar Muhammadiyah yang berlangsung secara virtual, Ahad (23/5/2021)
Haedar menuturkan, Muhammadiyah saat ini memasuki usia yang sudah cukup panjang dan kita memasuki fase Muhammadiyah abad kedua yang dari tahun ke tahun kita jalani dengan penuh dinamika.
“Ke depan, tentu tantangan dan dinamika pergerakan kita akan semakin tidak ringan. Karena itu, maka jiwa bersaudara, semangat bersistem dan kebersamaan akan menjadi kekuatan yang luar biasa bagi kita,” tandasnya.
Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tersebut memberi contoh, bagaimana Uni Soviet sebagai negara terbesar di dunia dengan luas 22,4 juta kilometer yang menembus hampir seluruh benua.
“Pernah berjaya di era abad sebelas dan dua belas, menjadi dinasti yang sangat makmur dan menjadi kekuatan yang terus bersaing dengan Amerika Serikat (AS), tetapi pada Tahun 1989 terpecah menjadi 15 negara,” terangnya.
Yugoslavia, imbuh Haedar, yang termasuk negara non-blok bersama Indonesia, negara sosialis yang menginduk ke Rusia, menjadi negara besar, tetapi akhirnya terpecah menjadi sembilan negara dan sekarang semua tinggal nama.
Selain dua peradaban itu, Haedar juga memberi contoh dua organisasi Islam di Indonesia yang bertumbuh bersama Muhammadiyah, tetapi jelang kemerdekaan berpecah menjadi dua.
“Yang satu berorientasi politik, yang satu berorientasi dakwah. Bahkan setelah kemerdekaan dan pascareformasi, berubah yang partai politik menjadi empat parpol, dan ormasnya menjadi dua kelompok,” terangnya.
Muhammadiyah Kokoh karena Dipupuk Bersama
Pengalaman ini, menurut Haedar memberi penguatan bagi warga Muhammadiyah, bahwa Muhammadiyah kokoh dan tegak karena sistem yang mapan, yang kita sangga bersama dan juga semangat, serta jiwa persaudaraan yang terus dipupuk bersama.
“Ke depan, tentu harus disertai dengan perangkat-perangkat pemikiran dan pergerakan yang harus semakin kuat, dinamis, progresif dan berkemajuan. Kenapa? Karena pergerakan Muhammadiyah ke depan tantangan dan dinamikanya juga lain,” papar Haedar.
Haedar menuturkan, Kiai Haji Ahmad Dahlan pernah memprediksi, bahwa Muhammadiyah ke depan akan jauh berbeda dari Muhammadiyah saaat ini.
“Dan tentu kita merasakan saat ini apa yang kita hadapi sekarang. Ada berbagai permasalahan yang harus kita pecahkan dan menjadi agenda kita sebagai organisasi kemasyarakatan dan dakwah,” tegasnya.
Di situlah menurut Haedar pentingnya seluruh warga persyarikatan agar terus mengkaji pemikiran-pemikiran keislaman secara bayani, burhani dan irfani. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni