PWMU.CO – Merdeka Belajar Versi Muhammadiyah mengemuka dalam Refleksi Hari Pendidikan Nasional 2021 bertema “Merdeka Belajar dalam Perspektif Pendidikan Muhammadiyah”, Kamis (27/5/21).
Penyelenggaraknya: Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur bekerja sama dengan Forum Silaturrahmi Kepala Sekolah Muhammadiyah (Foskam) Jawa Timur, Tim Pokja Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Efektif Muhammadiyah.
Kegiatan yang digelar virtual melalui Zoom Cloud Meetings dan live Instagram ini mengupas konsep merdeka belajar sesuai prespektif Muhamadiyah. Mencakup konsep pendidikan yang mensinergikan iman, ilmu dan amal dalam trilogi gerakan ilmu.
Dalam sambutannya, Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Dr Arbaiyah Yusuf MA menyampaikan konsep terminologi Muhammadiyah dalam memaknai merdeka belajar.
Dia mengemukakan, pendidikan sejatinya ialah kebebasan. “Bahwa pendidikan adalah pembebasan. Sejatinya pendidikan sudah mengandung makna pembebasan. Sedangkan merdeka itu kata sifat, dan pembebasan itu lebih kepada gerakan. Di mana di situ ada kegiatan-kegiatan,” jelas Arbaiyah.
Menurutnya, Pendidikan menjadi proses pembebasan pada beragam aspek kehidupan. Dengan pendidikan maka akan membuka wawasan dan penerimaan terhadap hal-hal baru yang kemudian dapat menjadikan pikiran semakin berkembang dan progresif
Terminologi Pendidikan ala Muhammadiyah
Arbaiyah Yusuf menjelaskan, dalam mengembangkan pendidikan, Muhammadiyah berpegang pada empat terminologi. Yang itu diimplementasikan secara konsisten dan sinergis untuk dapat menghasilkan output pendidikan yang berkemajuan tanpa meninggalkan nilai-nilai religius dalam pribadi generasi penerus.
Pertama, tarbiyah. Berasal dari kata rabbah yurabbi yakni pengasuhan. Mengasuh untuk membebaskan dari ketidaktahuan tentang hidup, mengenalkan talenta, dan mengembangkan spiritualitas sehingga selain cerdas secara keilmuan jug cerdas dalam nilai-nilai ketuhanan.
Kedua, taklim berarti proses pembelajaran. Berasal dari kata ‘alama yualimu. Sehingga dalam proses pendidikan tentu harus ada proses transfer ilmu. Di mana pendidikan dalam Muhammadiyah diarahkan untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya pintar tetapi memiliki penguasaan ilmu yang baik dan benar.
Ketiga, takdib atau implementasi adab. Berasal dari kata addaba yuaddibu. Poin ini kaitannya dengan membangun peradaban. Pembebasan dari kondisi yang kurang beradab dari segi ilmu, seni, ekonomi, politik, dan seluruh aspek kehidupan sehingga menghasilkan masyarakat yang beradab.
Keempat, tazkiyah atau pembersihan atau penghalusan. Membersihkan dan membebaskan diri dari hati yang kurang baik. Terbebas dari kesombongan, hasut, serta akhlak mazmumah. Pembersihan ini menunjukkan bahwa pendidikan menghaluskan akal budi.
Pendidikan adalah pembebasan yang harus berlandaskan pada adab. Kemudian dalam prosesnya menjadi kekuatan pembebasan dari adab yang kurang menuju masyarakat yang berkeadaban.
“Keempatnya adalah kekuatan pendidikan Muhammadiyah,” kata Arbaiyah.
Cita-Cita Pendidikan KH Ahmad Dahlan
Arbaiyah Yusuf juga menguraikan cita-cita pendidikan KH Ahmad Dahlan. “Cita-cita pendidikan KH Ahmad Dahlan yang harus diwujudkan dari proses pendidikan Muhammadiyah mencakup yang pertama baik budi dan alim dalam agama. Kedua luas pandangan alim dalam ilmu-ilmu dunia. Dan ketiga bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat,” terang Arbaiyah.
Menurut dia, pendidikan Muhammadiyah dibangun dan diimplementasikan secara holistik. Dan itulah yang kemudian disebut sebagai merdeka belajar.
“Kebijakan pendidikan dalam Muhammadiyah memaknai merdeka belajar sebagai pendidikan holistik. Yang menerapkan pola kurikulum pendidikan berbasis peserta didik, adanya prinsip freedom dan democracy,” tambahnya.
Dalam pendidikan, guru menjadi pilar. Arbaiyah mengatakan, 1000 buku tidak mampu menggantikan seorang guru. Dan siapapun yang terlibat dalam ruang pendidikan itu adalah guru. Memiliki authority dalam pengembangan pendidikan.
Masjid sebagai Pusat Pendidikan
“Jika banyak yang mengenal bahwa ruang pendidikan ialah pada sekolah, rumah, dan masyarakat. Berbeda dengan Muhammadiyah yang menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan pula,” ungkap Arbaiyah.
Hal tersebut menjadi nilai penguatan keilmuan yang mensinergikan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai agama. Sehingga terbentuk pendidikan dan budi pekerti yang kuat.
“Sebuah keharusan untuk membangun peradaban terbentuknya pribadi-pribadi yang berkarakter dengan nilai-nilai utama,” tutup Arbaiyah. (*)
Penulis Fatma Hajar Islamiyah Editor Mohammad Nurfatoni