Presiden Jokowi Menjelang Lansia oleh Reza Indragiri Amriel (RIA), pemegang asuransi hari tua berbasis syariah.
PWMU.CO – Sabtu ini Hari Lanjut Usia Nasional. Dan kurang dari tiga puluh hari ke depan, Presiden Jokowi juga akan berada di gerbang usia lansia. Mengacu UU Kesejahteraan Lansia, yang disebut lansia adalah orang yang berusia di atas 60 tahun.
Jadi, terhitung sejak 22 Juni 2021, Jokowi—yang lahir 21 Juni 1961—pun sudah termasuk berusia lansia. Semakin sahlah bagi Jokowi untuk unjuk kepedulian pada warga lansia. Bukan semata karena Jokowi adalah presiden, tapi juga karena Jokowi tahun ini termasuk dalam kategori lansia.
Sisi lain, karena usia lansia acap dianggap sebagai usia dengan berbagai kerentanan, maka masyarakat pun layak menaruh perhatian lebih pada Jokowi. Jokowi selaku warga lansia, utamanya.
Membandingkan foto resmi Presiden Jokowi antara 2014 dan 2019, memang terlihat penuaan pada wajahnya. Penuaan itu tampak misalnya pada kantung bawah mata yang menebal dan membuat mata Jokowi menyipit.
Garis di sekitar bibir dan pipi bawah pun semakin banyak dan dalam. Celah antara leher dan kerah depan juga tak lagi ada, akibat kulit leher yang mengendur. Warna rambutnya antara 2014 dan 2019 memang tetap sama. Tapi kita bisa tebaklah: seperti banyak dilakukan lansia lainnya, itu rekayasa zat pewarna, he-he-he …
Dari sisi panca indera, setidaknya Jokowi sampai sekarang tetap tak berkacamata. Walau berkas menggunung di atas meja, tapi Jokowi sepertinya tetap rajin mengonsumsi vitamin mata.
Presiden Lebih Cepat Menua
Tentu, tanda-tanda itu bukan hanya akibat pertambahan usia. Khusus bagi presiden, ada “accelerated aging theory“. Teori itu menjelaskan bahwa beban sebagai kepala negara, dengan stres berlipat ganda, dipandang sebagai penyebab mengapa proses penuaan itu berlangsung lebih kencang pada presiden. Bahkan, untuk setiap satu tahun yang dilalui presiden, dampaknya terhadap penuaan adalah setara dengan dua tahun.
Namun stresnya Jokowi jangan buru-buru dipandang negatif lho. Presiden memang harus stres, karena itulah wujud betapa Jokowi memasukkan berbagai persoalan secara serius ke dalam hatinya. Stres adalah penanda betapa Jokowi menyelami statusnya sebagai orang yang diasumsikan paling bertanggung jawab atas kehidupan ratusan juta manusia di Indonesia.
Lagi pula, kendati accelerated aging theory tampaknya berlaku pada Jokowi, tapi tidak serta-merta itu berdampak buruk. Toh sebagai presiden, Jokowi punya akses lebih luas ke layanan kesehatan. Dari sisi kesejahteraan finansial pun tetap stabil. Begitu pula akses ke sumber-sumber kenyamanan dan ketenteraman lainnya.
Dengan akses selengkap itu, meski tanda penuaan itu terlihat kentara di raut wajahnya, namun kualitas hidup Presiden Jokowi secara keseluruhan tetaplah positif. Ada peluang besar baginya untuk melampaui rata-rata usia harapan hidup pria Indonesia: 69,30 tahun (BPS, 2018).
Nah, dengan kondisi sedemikian rupa, patutlah kita menggantungkan harapan bahwa Hari Lanjut Usia Nasional tahun ini tak berakhir pada jam 24.00 nanti. Hari Lanjut Usia Nasional sebatas jam weker yang semestinya mengingatkan kita, terlebih Presiden Jokowi, bahwa negara hadir bukan sebatas memperpanjang usia harapan hidup lansia, tapi juga membawa bingkisan kebahagiaan bagi mereka. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Judul asli dari penulis: Hore, Lansia (Semestinya) Bahagia!