PWMU.CO– DPR menilai pembatalan haji oleh pemerintah terlalu prematur karena belum mendahului pengumunan jatah kuota dari pemerintah Arab Saudi.
”Pemerintah seharusnya masih bisa memastikan mendapatkan kuota jamaah haji mengingat sejatinya pemerintah Arab Saudi membuka bagi umat Islam yang ingin menunaikan ibadah haji tahun ini. Oleh karena itu pembatalan haji yang diumumkan pemerintah terlalu prematur dan tidak clear,” kata Prof Dr Zainuddin Maliki, anggota DPR RI Fraksi PAN, Senin (7/6/2021).
Pernyataannya itu menanggapi pembatalan pemberangkatan jamaah haji tanah air ke Arab Saudi yang diumumkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Keputusan pembatalan keberangkatan jamaah Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 660 Tahun 2021 yang ditetapkan pada 3 Juni 2021.
”Karena tidak clear keputusan tersebut menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat yang bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, khususnya kepada penyelenggara ibadah haji dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya,” ujar Zainuddin yang juga mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Apalagi Kementerian Kesehatan Arab Saudi yang dilansir sejumlah kantor berita menyatakan, pemerintah Arab Saudi mengizinkan 60.000 jamaah melaksanakan haji tahun ini. Dinyatakan pula, 45.000 di antaranya diizinkan berasal dari luar negeri.
”Oleh karena terlalu prematur dan menimbulkan kontroversi, disarankan agar pemerintah bersikap transparan dan kembali membuka komunikasi yang lebih serius dengan pemerintah Arab Saudi guna mendapatkan kuota,” tegas anggota DPR asal Dapil Jatim X Gresik-Lamongan itu.
Dikatakan, langkah serius diperlukan bukan hanya untuk menghapus spekulasi tetapi lebih penting dari itu semua agar jamaah haji kita yang sudah antre puluhan tahun bisa berangkat sesuai kuota yang diperoleh tahun ini.
Isu Dana Haji
Pembatalan haji tahun ini memunculkan isu dana haji. Pembatalan ini bukan semata alasan Covid. Viral di media sosial spekulasi pembatalan tersebut dikaitkan dengan keinginan pemerintah menggunakan dana haji untuk berbagai kepentingan pembangunan di luar haji.
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu yang mengaku tidak tahu menahu soal berangkat tidaknya jamaah haji akhirnya harus melakukan klarifikasi.
BPKH menyatakan dana haji aman dan tidak ada yang digunakan untuk kepentingan lain, termasuk untuk kepentingan investasi di bidang pembangunan infrastruktur.
Menurut Zainuddin, publik masih banyak yang menyangsikan penjelasan Kepala BPKH Anggito Abimanyu. Pasalnya selama ini BPKH juga kurang transparan menjelaskan arus kas dana haji. Masyarakat tidak tahu dibelikan sukuk dan berapa imbalan yang diperoleh selama ini dari keuntungan hasil kegiatan investasi tersebut.
”Juga tidak pernah ada laporan neraca tahunan kepada publik sebagaimana yang selalu dilakukan oleh perusahaan yang menjunjung tinggi akuntabilitas keuangannya kepada masyarakat,” tuturnya.
Spekulasi penggunaan dana haji di luar peruntukannya itu, sambung dia, semakin menguat di tengah isu pemerintah kesulitan pendanaan pembangunan. Sumber pajak tidak bisa mencapai target yang diharapkankan. Sempat Menteri Keuangan usul dalam raker dengan Badan Anggaran DPR RI untuk membuka tax amnesty jilid II.
Sementara sumber dana pinjaman luar negeri menurut laporan BPS utang negara per April 2021 sudah mencapai Rp 6.527,29 triliun yang berarti mencapai 41,18 persen rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini meningkat dari awal tahun 2021 di angka 38,68 persen. (*)
Editor Sugeng Purwanto