Kontroversi Pasal Penghinaan RUU KUHP, Prof Zainuddin Maliki: DPR Justru Butuh Kritik. Dia juga minta dibedakan kritik dengan penginaan.
PWMU.CO – Prof Zainuddin Maliki menanggapi kontroversi masuknya delik pasal penghinaan DPR dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Dalam dokumen yang beredar di publik, terdapat Pasal 353 RUU KUHP yang mengatur ancaman bagi mereka yang menghina lembaga negara, seperti DPR, yang bisa dihukum penjara. Dalam pasal 354 ancaman bisa diperberat jika menghina lewat media sosial.
Munculnya pasal ini dianggap sebagai cermin lembaga negara, dalam hal ini DPR, anti-kritik.
Menanggapi hal tersebut anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI dari Fraksi PAN Prof Zainuddin Maliki mengatakan, hendaknya dibedakan antara kritik dan penghinaan.
“DPR merupakan rumah rakyat yang diisi wakil rakyat, justru membutuhkan banyak kritik, untuk meningkatkan dan memperbaiki kinerja,” ungkapnya, Kamis (10/6/21).
“Seharusnya dibedakan antara kritik dengan penghinaan. Kalau soal penghinaan, pada prinsipnya siapapun tidak boleh dihina,” tegas Anggota Komisi X DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Timur X Gresik-Lamongan ini.
Komitmen PAN Rawat Kebebasan Berpendapat
Prof Zainuddin Maliki yang juga Wakil Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini menegaskan, sebagai partai yang lahir dari rahim reformasi, PAN berkomitmen untuk merawat dan menjaga kebebasan berpendapat, karena kebebasan berpendapat adalah bagian penting dari demokrasi.
“Oleh karena itu Fraksi PAN terbuka untuk menerima kritik. Kritik justru dibutuhkan DPR RI sebagai wakil rakyat. Dari kritik tidak hanya bisa memacu kinerja, tetapi juga bisa memperkaya alternatif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini,” ungkapnya.
Oleh karena itu, tegas mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini, memberi ancaman penjara terhadap kritik tidaklah sejalan dengan semangat demokrasi.
Terhadap masuknya delik penghinaan terhadap lembaga negara dalam RUU KUHP menurut Prof Zainuddin Maliki diperlukan kajian yang seksama.
“Dari kajian itu pasal penghinaan terhadap negara tersebut dapat dilihat berbagai kemungkinan yang bakal ditimbulkan. Terutama jangan sampai menjadi pasal karet yang mudah dipolitisasi dan dijadikan alat kriminalisasi,” ujarnya.
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post