Agar Warga Emas Lansia Lebih Bahagia, Produktif, dan Bermakna, oleh Habib Chirzin International Institute of Islamic Thought (IIIT), Representative, Indonesia; Ketua Badan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 1990-1995.
PWMU.CO – Lansia, warga emas dan mereka yang berusia lanjut, telah menjadi perhatian masyarakat dunia sejak 25 tahu terakhir. Terakhir harian Kompas, Jumat (11/62021), memuat tulisan yang menarik, bertajuk “Lansia dan Pemerintah“.
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), 9.92 persen penduduk Indonesia, atau sekitar 26 jutaan jiwa, berusia lanjut (lansia). Bank Dunia memberikan katagori, negara dengan populasi lansia lebih dari 7 persen, bisa dikatakan sudah mengalami penuaan populasi.
Bagaimana upaya kita bersama agar para warga emas (golden citizens) tetap produktif, bermakna, dan berbahagia?
Kenangan di Bangkok
Teringat pada suatu pertemuan AMAN (Asian Muslim Action Nerwork) di Bangkok, pada tahun 1990-an. Saya diajak bicara oleh sahabat lama saya Dr Abdus Sabur, Sekjen AMAN, dan Tan Chit Kiong, mantan koordinator YMCA (Young Men’s Christian Association) Asia Pacific. Begini ajakannya: “Kalau dulu kita mengurus gerakan pemuda, sekarang saatnya kita menyantuni para warga emas, mereka yang berusia lanjut.”
Dalam perjalanan waktu, setelah bekerja sama dengan WANGO (World Association of NGOs) yang berpusat i New York; dalam kegiatan Global Family, Peace Culture and Development di Seoul, Tokyo dan Budhapest; pada musim panas th 2007, saya diundang presentasi dalam Annual Conference of International Federation on Ageing (IFA) dan Dialogue Among Civilizations “Wholesome Solution of the World Crisis”.
Saya diundang bersama Prof Dr Leonid Mikhailovich Roshal, President Russian Chamber of Medical Doctors dan President IFA (International Federation on Ageing) USA, dan lain-laindi Hilton Istanbul, Turki.
Kerja sama antara IFA Tokyo, Turyak Istanbul dan WANGO (World Association of NGOs) New York, dengan mengangkat tema “Alliance of Civilizations, Surviving with Wisdom on Our Earth; New Agenda and Challenges” ini, menunjukkan keberadaan lansia yang memiliki wisdom dan pengalaman di dunia masing-masing diharapkan memberikan sumbangan dalam alliance of civilization.
Masa Depan Lansia di Masyarakat Islam di Indonesia
Setelah kami pindah rumah dari Jakarta ke Jalan Borobudur, Magelang, tahun 2015, saya kedatangan tamu, kawan lama, Prof Nurchasanah Satomi Ohgata, dari Kyushu International University, Jepang.
Kami ngomong-ngomong dari masalah KPK yang dilemahkan, sampai kepada perlindungan terhadap orang-orang berusia lanjut Lansia, di Indonesia.
Mbak Satomi bertanya apakah ada organisasi Islam yang memiliki panti wreda untuk menyantuni warga emas berusia lanjut?
Saya sampaikan bahwa Aisyiyah telah memiliki “Griya Lansia”, yang diinisiasi oleh Bu Wardanah, Bu Hadliroh, Bu Shoimah dan kawan-kawan. Retapi sistemnya bukan panti. Karena sejak tahun 1990-an konsep panti (termasuk panti asuhan anak yatim) telah berkembang kepada yang berbasis keluarga atau masyarakat (community based orphanage atau elderly citizen).
Dan pendekatannyapun telah berkembang menjadi lebih menciptakan kegiatan dan suasana yang membuat lansia itu berbahagia, produktif, merasa berguna atau diperlukan bagi orang sekitarnya dan hidup dengan mulia dan bermartabat (dignified life).
Di saat lockdown karena pandemi Covid-19, kita utamakan perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan dan hak-hak sosial ekonomi lainnya, untuk para warga emas yang berusia lanjut.
Semoga para warga emas lansia tetap produktif, hidup bermakna dan berbahagia. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni