PWMU.CO – Peluang Besar Ilmu Sosial Tangani Krisis Pascapandemi. Hal itu mengemuka dalam konferensi internasional bertajuk International Conference on Humanities and Social Science (ICHSoS), yang digelar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar, Jumat-Sabtu (18-19/6/2021).
Kegiatan yang diprakarsai oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini mengusung tema Social and Political Issues on Sustainable Development in Post Covid-19 Crisis.
Konferensi yang melibatkan 80 penulis dari berbagai negara digelar dengan format luring terbatas dan daring melalui aplikasi Zoom serta YouTube UMM.
Wakil Rektor I UMM Prof Dr Syamsul Arifin MSi dalam mengatakan, selain untuk menjadi solusi pascakrisis akibat pandemi, ICHSoS juga bertujuan untuk memperluas khasanah penelitian. “Melalui ICHSoS saya harap bisa semakin memperkaya dan memperluas khazanah riset kita,” ungkapnya dalam sambutan.
Pakar Empat Negara
Pada opening and plenary session, ICHSoS menghadirkan para pakar ilmu sosial dari Polandia, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Sedangkan sesi keynote speech menghadirkan staf khusus Menko PMK Prof Ravik Karsidi. Dia mewakili Menteri Koordinator Pembanguann Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Prof Dr Muhadjir Effendy.
Menurut Rayiko, ilmu sosial memiliki banyak peluang dalam penanganan pascapandemi. “Jika ilmu medis menilai Covid ini sebagai virus mematikan, dalam perspektif sosiologis pandemi Covid-19 ini melahirkan pengetahuan baru karena mutasi perubahan alam,” ujarnya.
Covid, sambungnya, dikonstruksikan sebagai peluang untuk membangun kebijakan endogen yang berpihak pada inovasi sosial berbasis potensi lokal.
Dosen UMM Dr Vina Salviana DS MSi, membahas tentang bagaimana perempuan bisa mengambil peran dalam menangani kondisi pascapandemi pada materinya. Berdasarkan hasil riset yang ia lakukan, perempuan memiliki kemampuan berpikir dan bertindak lebih cepat dengan potensi yang mereka miliki. Perempuan dinilai bisa survive secara alami.
“Perempuan memiliki kelebihan dalam hal intuisi dan kepekaan. Dengan kelebihan tersebut, mereka bisa beradaptasi pada perubahan. Di samping itu juga mampu untuk segera menjalani peran-peran ganda. Menjadi pekerja sektor kedua ketika pasangan mereka terhempas oleh dampak Covid, bahkan berperan menjadi guru di rumah ketika anak harus sekolah dengan metode daring,” ujarnya.
Sementara itu, Peerasit Kamnuansilpa dari Khon Kaen University Thailand dan Dr Khadijah Alavi membagikan pengalaman Thailand serta Malaysia dalam menangani Covid-19.
Khadijah Alavi memaparkan bagaimana potensi dari social worker dalam masa pandemi ini. “Saya tentu ingin agar para social worker dapat memanfaatkan teknologi dan literasi pada sosial media dengan baik. Selain itu mereka juga harus berkolaborasi baik dalam lingkup lokal maupun internasional,” ungkap Alavi.
Peserta Terbaik
Pada kesempatan yang sama, Dr Eko Handayanto, pembicara dari FEB UMM memaparkan tentang fenomena consumer panic buying di kala pandemi dan bagaimana cara merespon hal tersebut. Adapula pembicara dari Worclaw University Polandia Dr Yash Chawla yang mengkaji terkait sustainable consumption.
Menurut dia pandemi membuat orang menjadi lebih kreatif. Pemilik lima gelar akademik tersebut menyarankan agar setiap orang berusaha melakukan berbagai upaya untuk mendukung sustainable consumption.
Pada sesi panel di hari kedua, sebanyak 80 penulis dari berbagai negara mempresentasikan hasil riset mereka secara daring. Terbagi ke dalam 12 breakout room Zoom, dari 80 peneliti, Cosmas Gatot Haryono terpilih sebagai best speaker dengan papernya yang berjudul Covid-19 Murals: Autocritic Messages From Society in The Public Sphere.
Sedangkan Salina Nen, Fauziah Ibrahim dan Norulhuda berhasil meraih predikat best paper. Riset mereka berjudul Depression, Anxiety and Fear During the Covid-19 Pandemic Movement Control Order (MCO) in Malaysia mendapat ganjaran sebagai paper terbaik. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni