PWMU.CO – Warga Muhammadiyah jangan alergi vaksin Covid-19. Ini bagian dari ikhtiar dan warga Muhammadiyah harus menjadi pelopor dan contoh bagi yang lainnya.
“Dari berbagai grup WhatsApp dalam sehari bisa 3 sampai 4 orang pimpinan Muhammadiyah yang meninggal karena Covid-19. Harusnya itu memberi pelajaran dan menjadi perhatian serius. Mestinya harus ada langkah konkret yang kita lakukan supaya tidak semakin banyak yang berjatuhan,” harapnya.
Zainul Muslimin menyatakan dirinya tidak tahu kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir. Karena sepertinya kita tidak punya road map untuk menyelesaikan pandemi ini.
Dihubungi PWMU.CO Senin (28/6/2021) Ketua Lazismu Jatim drh Zainul Muslimin menyampaikan kegelisahannya dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah yang meninggal karena Covid-19 akhir-akhir ini.
“Apa jurusnya agar pandemi ini bisa selesai? Tidak jelas kan. Secara ilmiah sudah sepakat bahwa supaya selesai harus ada herd immunity. Artinya 70-80 persen penduduk kita itu sudah pernah terkena atau tersentuh oleh virus Corona itu. Baik melalui vaksin maupun melalui virus lapangan. Kuncinya kan di situ,” paparnya.
Kenyataan di lapangan, lanjutnya, dari jumlah vaksin yang tidak banyak itu dan dengan jumlah yang tidak memadai dari target itu ternyata kita masih kesulitan mencari orang Muhammmadiyah yang mau divaksin.
“Saya terus terang mengalami dan RS kita juga mengalami. Wis jumlah e sethithik, eh orang kita juga gak gelem divaksin (Sudah jumlah vaksinnya sedikit dan orang kita juga tidak mau divaksin),” ujarnya.
Menurutnya memang banyak hal yang berkembang yang sulit dipertanggungjawabkan sehingga orang tidak bersedia divaksin.
“Pemerintah sebagai penyelenggara vaksinasi juga mengalami penurunan trust atau kepercayaan, sehingga justru yang di medsos itu yang dipercaya dan diyakini oleh masyarakat. Rentang informasinya mulai minus sampai plus,” jelasnya.
“Kita sering melihat realita bahwa setelah vaksinasi masih bisa kena Covid-19 lagi. Setelah vaksin kita tetap harus melaksanakan protokol kesehatan (prokes) dengan ketat. Maka apa gunanya vaksin kalau begitu,” tambahnya.
Wajar saja, sambungnya, orang tidak mau divaksin karena sepertinya percuma atau tidak ada manfaatnya. Cost untuk prokes itu tetap keluar. Beli masker, hand sanitizer dan lainnya.
“Kemudian dikembangkan lagi bahwa sudah bermutasi atau muncul strain baru, sehingga vaksin yang sekarang itu tidak cukup untuk menangkal strain baru yang muncul. Wis tambah gak gelem divaksin,” keluhnya.
Dia menegaskan kalau untuk vaksin saja warga kita masih ragu, maka pandemi ini tidak akan selesai. Kita akan selesai ketika melakukan pembiaran.
“Kalau tidak divaksin artinya kita melakukan pembiaran agar semua orang itu setidaknya 70-80 persen itu kena dari virus lapangan. Dan itu resikonya terlalu besar,” tegasnya.
Dia menghimbau agar warga Muhammadiyah segera melakukan vaksinasi. Vaksin ini bagian dari ikhtiar. Kalau nanti kemudian, dan ilmu ini terus berkembang, kalau muncul strain baru maka vaksin itu juga akan terus mengikuti.
“Setidaknya kalau sudah divaksin maka kita punya memori sel. Memang bisa kena lagi. Tetapi kalau orang sudah divaksin itu dia punya memori sel yang ketika kemudian virus yang sama masuk maka langsung ditangkap. Langsung bisa bikin kekebalan daripada yang tidak divaksin,” terangnya.
“Kalau sudah divaksin kita itu punya cetakan untuk membentuk kekebalan, yang namanya memori sel itu. Jadi cetakan untuk membentuk kekebalan ketika nanti virus masuk lagi itu langsung bisa diproduksi karena tidak perlu membentuk cetakan lagi,” imbuhnya.
Gelisah Ada yang Gak Mau Divaksin
Dihubungi terpisah Direktur RS Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Sidoarjo dr Tjatur Prijambodo MKes menyampaikan kegelisahannya dengan masih minimnya warga Muhammadiyah yang bersedia divaksin.
“Kami beberapa kali menyelenggarakan vaksinasi Covid-19, mulai dari Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim, Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Sidoarjo dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidoarjo. Rata-rata hanya 60 persen dari jatah vaksin yang diambil oleh pimpinan dan warga Muhammadiyah,” urainya.
Menurut Tjatur Priambodo karena tidak ada pendaftar lagi, lanjutnya, maka sisanya kami publikasikan ke masyarakat umum.
“Dan realitanya banyak orang lain bahkan nonuslim yang mendaftar untuk bisa vaksinasi di RSA Siti Fatimah. Jangan sampai kita yang punya jargon berkemajuan ini kalah semangat dengan orang lain,” tegasnya.
Insyaallah, sambungnya, pada pertengahan Juli 2021 RSA Siti Fatimah Sidoarjo akan melaksanakan vaksinasi dengan kuota 50 vial.
“50 vial itu bisa untuk vaksinasi 500 orang. Maka kami tunggu pimpinan dan warga Muhammadiyah yang belum pernah divaksin untuk mengikuti vaksinasi kali ini,” ajaknya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.