PWMU.CO – Dag-dig-dug Perjuangan Menerbitkan Buku ‘Sahabat Online‘ adalah salah satu bagian dari kisah sukses penyelenggaraan Wisuda VII Berlian School, yang telah berlangsung, Rabu (30/6/2021). Penerbitan buku ini menjadi cerita sendiri.
Bak pembuatan Candi Roro Jonggrang yang selesai dalam semalam, penerbitan kado buku Wisuda VII Berlian School—bekerja sama dengan penerbit Kanzun Book—itu selesai hanya dalam empat malam. Berikut kisahnya:
Mengepul Cerpen Siswa
Belajar di rumah saja selama pandemi tentu bukan hal yang mudah, terutama bagi anak pada kisaran usia 11-12 tahun. Mereka yang sejatinya perlu bermain dan belajar di sekolah dasar (SD) bersama teman-temannya, terpaksa harus beradaptasi dengan kebijakan di masa pandemi Covid-19.
Berawal dari sini, para guru Bahasa Indonesia mengajak para siswa merefleksikan dan menceritakan suka-duka pengalaman belajarnya di rumah. Tugas ini sekaligus menjadi kado buku kenangan yang akan dibagikan saat wisuda.
Di tengah situasi pandemi itu, para siswa berupaya menuliskan versi kisahnya masing-masing dalam bentuk cerita pendek. Kemudian, mereka mengumpulkannya ke wali kelas. Ada yang mengumpulkan satu halaman, ada pula yang terlalu asik menulis sampai belasan halaman.
Kepolosan mereka mengungkap segenap perasaan dan kebiasaan selama belajar di rumah. Ada yang mengisahkan kejengkelannya sulit belajar karena gangguan adik, sadar mulai tidak bisa lepas dari ponsel, sampai ada yang senang karena belajar sambil tiduran di kamarnya. Banyak pula yang mengisahkan keseruannya belajar bersama orangtua atau saudaranya.
Mengedit dan Berburu Endorsement
Hingga bulan April 2021—tiga bulan sebelum wisuda—tim editor sekolah mulai mengumpulkan tulisan itu satu per satu, kemudian mengeditnya. Mereka mulai menyelaraskan isi cerita, merapikannya. Mereka juga merumuskan beberapa alternatif judul buku.
Di sela kepadatan tugas mengajar dan kegiatan sekolah lain, print out draft naskah itu akhirnya siap memasuki proses penyuntingan selanjutnya.
Awal Juni, sebulan sebelum wisuda, tim editor lain—termasuk saya—berbagi peran mengedit ejaan agar memenuhi kaidah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). PUEBI dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring saat itu menjadi laman web yang paling sering kami buka di ponsel dan laptop selama dua pekan mengedit.
Kami juga berbagi tugas menghubungi para endorsement, yaitu penulis buku anak Watiek Ideo, Bupati Gresik Fandi Ahmad Yani, dan salah satu Anggota Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia (APSI) Wilayah Jawa Timur Iwan Wahyu Widayat.
Alhamdulillah, mereka semua menyatakan berkenan memberikan endorsement. Kami semua sabar menunggu, meski deg-degan. Hingga H-8 pelaksanaan wisuda, semuanya telah lengkap. Siap dicetak!
Kerja Keras Penerbitan
Berbagai skenario kami siapkan, termasuk meluncurkan buku secara simbolis dengan bekal sampul bukunya. Tapi dalam hati kecil kami, panitia, kami yakin masih ada cara agar kado buku spesial itu bisa sampai di tangan para siswa pada saat hari wisuda tiba.
Jumat (25/6/21) pagi, di tengah rapat, semua panitia menyatakan keresahannya. Sebab semua perlengkapan telah siap, kecuali buku itu.
Usai rapat terbatas tim panitia inti dan di tengah persiapan para pengisi acara wisuda, saya akhirnya menghubungi Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO yang juga Direktur Kanzun Book dan Cakrawala Print.
Alhamdulillah, beliau cepat sekali merespon. Selang beberapa menit, beliau menelepon saya. Setelah melalui penjelasan dan negosiasi yang panjang, akhirnya beliau sepakat membantu proses penerbitan superkilat ini, lima hari empat malam sebelum wisuda digelar.
Ikut Mengedit
Tidak kami sangka, siang itu juga, pukul 12.33, ada pesan WhatsApp masuk dari Pak Fatoni, sapaan akrab Mohammad Nurfatoni. “Desain isi buku sudah, beberapa kesalahan judul sudah saya betulkan,” Dia bekerja keras, ikut turun tangan langsung mengemas layout buku itu.
Sekitar sejam kemudian, beliau mengirim pesan, menginfokan, “Kata asing kalau di judul atau sub judul tidak usah di-italic (cetak miring).” Deg!
Saya langsung teringat pada proses pengeditan beberapa pekan sebelumnya. Saat itu, Ketua Sinergi Jurnalistik dan Literasi Mugeb Schools Ichwan Arif SS MHum ikut membantu mengedit tata tulis judulnya.
Hasil editan Ustad Arif—sapaan akrabnya—sebelumnya sudah benar tidak miring, tapi kemudian saya ganti memiringkan istilah asingnya. Saya menyesal, tentu ini jadi pembelajaran berharga.
Sampul Buku
Berselang sejam kemudian, Pak Fatoni meminta logo resmi sekolah kami. Saya menduga untuk dicantumkan di sampul buku dan ternyata benar. Dua puluh menit kemudian, kami mendapat sampul buku itu.
Kami langsung setuju dengan desain sampul berlatar warna biru tersebut. Ada ilustrasi dua Muslimah yang muncul dari dalam layar ponsel. “Cocok sekali dengan judul yang kami pilih, Sahabat Online,” saya berkomentar dalam hati.
Hanya saja, ada sedikit revisi penulisan kata pada endorsement di sampul belakangnya. Lagi-lagi, malah Pak Fatoni yang lebih dulu menyadarkan.
Hingga tiga puluh menit selanjutnya, sore itu, dia mengingatkan agar maksimal besok pagi draft-nya sudah selesai diedit. “Besok pagi sudah selesai koreksinya ya,” pesannya.
Sejak saat itu, saya langsung membagi naskah ke tim editor untuk menyunting naskah bersama-sama. Semalam penuh kami mengeditnya bersama-sama hingga sekitar pukul 07.30 pagi (26/6/21), naskah itu kami serahkan ke penerbit.
H-4 Wisuda
Hari keempat sebelum wisuda berlangsung, pesan mendebarkan jantung tampil di layar ponsel saya. Kali ini ada pesan foto menunjukkan bahwa proses pengerjaan ISBN membutuhkan waktu lebih lama dikarenakan 50 persen pegawai Perpustakaan Nasional terpapar Covid-19.
“Gimana skenarionya? Apa 110 tanpa ISBN, 10 nunggu ISBN?” tulis Pak Fatoni. Masyaallah! Kami memang memesan cetak buku setebal 376 halaman itu sebanyak 120 ekslempar.
Ide itu sempat kami diskusikan pada perbincangan hari sebelumnya, tapi saat itu beliau menertawakan ide spontan saya untuk membagi cetakan menjadi dua bagian. Sebagian besar buku tanpa ISBN dicetak dulu agar bisa dibagikan pada hari H wisuda. Dan sisanya dicetak nanti setelah ISBN keluar.
Ketika saya memastikan kembali kebenaran penawaran spesialnya itu, ternyata dia mengiyakan. Akhirnya, sore itu juga (26/6/21) dicetak, setelah melewati berbagai diskusi untuk memutuskan apakah dicetak menggunakan ISBN atau tidak.
H-1 Wisuda
Selasa (29/6/21) sore, Pak Fatoni mengirimkan gambar sebuah buku yang sudah dicetak. Saya segera meneruskan pesan itu ke panitia. Mendapat pesan itu, kelegaan luar biasa kami rasakan. “Alhamdulillah, kami siap menanti kehadirannya Ustad,” balasku.
Tapi, sesaat kemudian beliau menyampaikan kabar mendebarkan bahwa, sesuai kesepakatan, jika sampai injury time ISBN belum turun, maka buku dicetak 110 dulu. “Sampai sekarang ISBN belum turun,” jelasnya. Dalam hati kami terus berdoa, agar dimudahkan segala prosesnya. Tapi, kami tetap lega, karena buku untuk siswa siap dikemas.
Sore harinya, Ustad Arif mengabarkan bahwa kedatangan bukunya masih belum pasti malam itu, ada kemungkinan buku datang pagi hari saat hari-H wisuda.
“Diusahakan habis Maghrib atau kalau gak nututi besok pagi, soalnya masih harus di-shrink,” tulisnya pada grup kami. Kami pasrah, lantas terus berdoa agar Kanzun Book dan Cakrawala Prin selalu sehat dan mampu menyelesaikan buku pesanan kami.
Menjelang Maghrib, saya menanyakan ke Pak Fatoni, apakah bukunya jadi datang malam ini atau besok pagi. Mata saya tak bisa lepas dari layar ponsel, menunggu jawabannya.
Kemudian, kado buku wisuda yang dinantikan itu datang. Bersamaan dengan itu, masuk pesan balasan Pak Fatoni di ponsel saya, “Ya, sudah jalan.”
Alhamdulillah, proses negosiasi itu membawakan hasil. Kerja keras tim penerbit dan percetakan—langsung di bawah komando sang direktur—untuk menyelamatkan hadirnya buku itu berbuah manis.
Buku wisuda itu sudah sampai di tangan para alumnus ke-7 Berlian School. Dan buku yang sudah ber-ISBN pun sudah selesai dan kami terima Rabu (7/7/2021) (*)
Dag-dig-dug Perjuangan Menerbitkan Buku ‘Sahabat Online’ ditulis oleh Sayyidah Nuriyah