PWMU.CO – Muhammadiyah dengan visi dan misi membentuk masyarakat Islam yang berkemajuan sudah seharusnya memikirkan aspek pemerataan di semua lini tanpa terkecuali. Sebagai upaya untuk itu, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr KH Saad Ibrahim menilai aspek pemerataan itu harus dimulai dari internal Muhammadiyah sendiri.
Saad pun menekankan perlu adanya subsidi silang di bidang pendidikan. Karena di banyak sekolah Muhammadiyah yang belum maju, gaji guru dan karyawan masih di bawah standar.
Saad lantas menuturkan kisah suami-istri di Kecamatan Pucuk, Lamongan. Si istri, Guru SD Muhammadiyah digaji dengan kisaran Rp 300 ribu. Sedangkan sang suaminya, kepala sekolah digaji plus tunjangannya hanya sekitar Rp 400 ribu. Total gaji yang diterima keduanya hanya Rp 700 ribu.
“Mumpung saat ini berada di UMM, saya sampaikan kepada Rektor bahwa betapa baiknya jika bisa disubsidi silang kesejahteraan pengurus sekolah atau amal usaha dibidang pendidikan bagi yang membutuhkan,” ucap beliau dengan penuh harap di hadapan peserta Milad Muhammadiyah ke-104, di Dome UMM, Jum’at (2/12).
Sementara untuk lingkup negara atau masyarakat umum, Saad mengkritisi masih adanya kesenjangan sosial. Khususnya kesenjangan antara wilayah yang kuat atau kaya akan hasil alamnya dengan wilayah yang lemah atau miskin.
Untuk itu, Saad menekankan perlunya tindakan yang mampu menjembatani itu supaya tidak terjadi ketimpangan sosial antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. “Jakarta is Anythink, Papua is Nothink,” kritiknya.
Saad Ibrahim menambahkan, agar kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi baik, terdapat 4 elemen penting yang harus saling berhubungan dan saling bersinergi. Di antaranya civil society (masyarakat), lalu state (negara) dan marketer (pengusaha), serta pers (media).
“Jika ini bisa terwujud, maka masyarakat yang ber-kemajuan itu secara perlahan akan terealisasi,” pungkasnya. (izzudin/aan)