PWMU.CO – Muhammadiyah ternyata memiliki berbagai identitas. Selain dijuluki sebagai gerakan modernis, puritan, atau berkemajuan, Muhammadiyah juga sering dapat label sebagai gerakan Wahabi. Tapi, penulis buku Muhammadiyah Berkemajuan Ahmad Najib Burhani PhD membantah jika Muhammadiyah adalah gerakan Wahabi.
“Muhammadiyah bukan gerakan Wahabi. Sebab, di Wahabi tidak ada organisasi perempuan yang aktif dalam kegiatan sosial dan pendidikan. Sementara Muhammadiyah punya Aisyiyah,” kata Burhani di acara Pelatihan Tata Kelola Organisasi yang diadakan oleh Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik, di Auditorium Universitas Muhammadiyah Gresik, Ahad (4/12).
(Baca: Ini 5 Karakter yang Membuat Muhammadiyah Bertahan dan Terus Tumbuh Berkemajuan dan Selain Al Maun, Muhammadiyah Berkemajuan Membutuhkan Teologi Al Ashr)
Namun begitu, Burhani mengakui ada beberapa kesamaan antara keduanya. “Hal yang sama antara Muhammadiyah dan Wahabi adalah strick monotheisme yaitu gerakan yang sangat ketat dalam menjaga kemurnian tauhid,” ujar pria yang juga peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu.
Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah itu menjelaskan, Muhammadiyah merupakan gerakan amar makruf nahi munkar yang berdasarkan Alquran dan Assunnah. “Puritanisme Muhammadiyah diwujudkan dalam memurnikan ajaran Islam dan diimplementasikan dengan banyak beramal dalam kehidupan sosial.”
(Baca juga: Buku Muhammadiyah Berkemajuan Laris Manis, Tanda Tangan Penulisnya Diburu dan Tugas Pimpinan Muhammadiyah: Mensinergikan Mata Air dan Air Mata)
Soal Muhammadiyah sebagai gerakan modernis, Burhani mengatakan karena gerakan yang didirikan KHA Dahlan itu mempunyai misi yang ditunjukkan dalam feeding (sosial, menyantuni yang lemah), schooling (pendidikan, pembaharuan pemikiran Islam), healing (kesehatan, rumah sakit), dan preaching (dakwah amar makruf nahi munkar).
Burhani juga menjelaskan identisas Islam berkemajuan yang kini jadi tagline Muhammadiyah. “Muhammadiyah siap berkompetisi dengan peradaban dunia yang kosmopolitan.” (M Fadloli Aziz)