PWMU.CO – Bang Rizal menggoda demokrasi kita. Semkian disampaikan Refly Harun dalam bedah buku Lepaskan Borgol Demokrasi karya M Rizal Fadillah, Sabtu (7/8/21).
“Dalam buku tersebut memuat empat hal, testing demokrasi, patologi demokrasi, dilema demokrasi, dan komitmen demokrasi,” ujar ahli hukum tata negara dan pengamat politik Indonesia ini.
Dr Refly Harun SH MH LLM menjelaskan poin pertama, Bang Rizal semacam menggoda demokrasi Indonesia. Jadi demokrasi Indonesia ini masih belum mapan, setelah Reformasi 98, bahkan akhir-akhir ini ada godaan yang disebut otoriter tanpa gejala (OTG).
“Inilah yang disebutkan Bang Rizal, ada semacam godaan demokrasi kita. Apakah Bang Rizal menggiring bola terus-menerus di depan gawang atau ada pemain bertahan dari pihak penguasa yang akan melakukan tekling keras.”
Kepentingan Politis
Refly Harun mengungkapkan hal kedua adalah patologi demokrasi. Demokrasi kita banyak patologinya seperti di negara lain. Patologi demokrasi kita yang sering kita lihat adalah korupsi, kepentingan politis, sampai dengan pemilu yang curang.
“Patologi demokrasi kita ini juga menjadi tangangan bagi kita. Tentang korupsi, awal-awal kita berharap masa pemerintahan Jokowi, masa pemerintahan yang mau menegakkan memberantaskan korupsi, komitmen yang kuat. Hal ini didasarkan dari awal Jokowi tidak ada masalah dengan masa lalunya, kekuasaan masa lalu,” jelasnya.
Dibandingkan dengan pemerintahan SBY, lanjutnya, di masa Jokowi, pemberantasan korupsi dilemahkan sendiri oleh KPK. KPK tidak mendapat tempat terhormat di masyarakat sipil yang anti korupsi, yang berjuang memberantas korupsi.
Dilema Demokrasi
Refly Harun memaparkan hal ketiga adalah dilema demokrasi. Hilangnya Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai contohnya. Ada kekhawatiran saat kita berbicara secara vocal, terhadap bicara kritis, ataupun tulisan-tulisan kritis.
“Demokrasi akan berkembang baik kalau pemimpin memilki level kepercayaan tinggi dari publik,” tuturnya.
Tetapi, sambungnya, kalau pemimpin telah hilang kepercayaaan publiknya, yang terjadi adalah setiap upaya kritis, aksi unjuk rasa yang awalnya konstitusional itu, maka akan dihadang karena pemerintah yang terlalu khawatir. Mereka khawatir kalau aksi ini semakin membesar yang bisa menjatuhkan pemerintah.
“Kalau kepercayaaan publik terhadap pemimpin semakin rendah, maka demokrasi akan terancam. Segala cara akan dilakukan untuk menutup suasa-suara kritis tersebut.”
Komitmen Demokrasi
Refly Harun menjelaskan komitmen demokrasi harus ada dalam bentuk demokrasi konstitusional. Yaitu negara demokrasi yang berdasarkan hukum. Tindakan-tindakan berdemokrasi, menyuarakan sesuatu dalam ranah demokrasi, dan sepanjang sesuai dengan koridor hukum, sah-sah saja.
“Sayangnya, komitmen seperti ini tidak dipegang oleh aparat, tidak dilihat oleh polisi, aparat, penguasa, bahkan pemerintah,” tandasnya. (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.