Muhammad sang Negarawan, Refleksi Hijrah, Dhimam Abror Djuraid, kolumnis tinggal di Kota Surabaya.
PWMU.CO – Hijrah menandai suatu periode paling penting dalam sejarah perkembangan Islam. Secara etimologis, hijrah berarti migrasi, perpindahan dari satu wilayah ke wilayah lain.
Tetapi, secara strategis hijrah adalah perubahan strategi dakwah yang mendasar dengan meninggalkan Mekah sebagai pusat awal perkembangan Islam, menuju Madinah yang akan menjadi ibukota baru negara Islam.
Hijrah yang terjadi pada tahun 622 Masehi, adalah keputusan strategis terbaik yang pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Dengan melakukan hijrah, Nabi Muhammad SAW berhasil melakukan konsolidasi internal di Medinah, kemudian memperkuat posisi politik dengan mengintegrasikan semua kekuatan sosial politik dalam perjanjian ‘’Piagam Madinah’’.
Hijrah tidak bisa sepenuhnya diartikan sebagai migrasi karena dimensinya tidak sekadar perpindahan fisik. Para orientalis pun tidak menemukan padanan yang tepat dalam bahasa Inggris, sehingga mereka tetap memakai istilah ‘’Hegira’’ untuk menyebut hijrah.
Dalam waktu sepuluh tahun periode Madinah, umat Islam muncul menjadi kekuatan politik regional yang solid, dan kemudian berhasil merebut kembali Kota Mekah tanpa ada peperangan fisik dan tidak ada korban jiwa.
Belum pernah dalam sejarah dunia terjadi penaklukan seperti penaklukan Mekah. Kemenangan cemerlang ini menjadi puncak pencapaian prestasi Muhammad sebagai Rasulullah dan sekaligus politisi dan negarawan.
W. Montgomerry Watt (1953, 1956) menyebut Nabi Muhammad sebagai perpaduan antara utusan Tuhan dan seorang politisi-negarawan (prophet-statesman). Era Mekah selama 13 tahun adalah periode perjuangan Muhammad sebagai rusul Allah.
Sedangkan era Medinah selama 10 tahun adalah periode perjuangan Muhammad sebagai rasul cum negarawan. Dua masa itu merentang selama 23 tahun, dan Muhammad berhasil menyatukan Arabia dengan keterampilan dakwah dan diplomasi politiknya yang canggih.
Long March Mao Zedong
Dalam gerakan politik modern strategi mirip hijrah dilakukan oleh pemimpin China Mao Zedong, yang melakukan perjalanan panjang dari utara ke selatan bersama puluhan ribu Tentara Merah.
Gerakan ini dikenal sebagai ‘’Long March’’ yang menghasilkan sebuah revolusi politik besar di China dengan kemenangan pasukan komunis Mao pada 1949. Mao berhasil menumbangkan rezim monarki yang sudah menguasai China ribuan tahun.
Revolusi yang dilakukan Muhamad membawa dampak peradaban yang jauh lebih besar dibanding revolusi yang dilakukan oleh para pemimpin dunia mana pun. Michael Hart (1978) menyebut Muhammad saw sebagai pemimpin dunia paling berpengaruh sepanjang sejarah peradaban manusia.
Para pengikut Muhammad SAW menempatkan hijrah sebagai tonggak penting yang menandai awal era baru yang dikukuhkan dalam bentuk kalender Islam. Untuk menegaskan independensi politik Islam harus ada sistem kalender sendiri yang terpisah dari sistem kalender lain.
Sistem penanggalan Masehi dibuat berdasarkan tanggal kelahiran Nabi Isa. Sistem ini dihitung secara astronomis mengikuti hitungan putaran matahari atau Syamsiah. Umat Islam tidak mengikuti sistem ini, dan menciptakan sistem penanggalannya sendiri berdasarkan putaran astronomis bulan atau Qamariah.
Umat Islam ketika itu berunding untuk menentukan awal penanggalan Islam. Muncul ide agar menjadikan tanggal kelahiran Muhamad sebagai awal penanggalan, sebagaimana yang dilakukan umat Nasrani.
Umar bin Khattab yang menjadi khalifah ketika itu tidak menghendaki terjadinya kultus individu oleh umat Islam terhadap Muhammad. Karena itu, ia memilih momentum hijrah sebagi titik tolak awal penanggalan Islam. Maka kalender Islam itu disebut sebagai kalender Hijriah.
Masa hijrah Muhammad di Medinah hanya sepuluh tahun, relatif pendek untuk sebuah gerakan politik. Tetapi, dalam masa singkat itu Muhammad dengan cepat melakukan konsolidasi internal dengan memperkuat pondasi keimanan dan tatanan sosial kemasyarakatan.
Pada periode itu Muhammad harus mengintegrasikan para emigran, yang disebut sebagai muhajirin, dengan penduduk asli yang disebut sebagai anshar. Integrasi sosial berlangusung dengan mulus, dan kedua kelompok ini bisa berasimilasi dan menyatu dengan cepat.
Wahyu al-Quran yang turun pada periode Madinah mengatur tata cara hubungan sosial dan kemasyarakatan, termasuk tata cara politik dalam menghadapi musuh yang terdiri dari orang-orang kafir, musyrik, dan Yahudi. Pada periode Mekah ayat-ayat al-Quran yang turun lebih banyak mengatur penguatan tauhid Islam, karena ketika itu umat Islam adalah minoritas yang tertindas.
Perang Badar
Musuh-musuh Muhammad di Mekah tidak membiarkannya membangun basis kekuatan politik di basisnya yang baru di Madinah. Maka, satu tahun setelah Muhammad hijrah, koalisi besar suku-suku di Mekah berkumpul untuk melakukan serangan besar terhadap Madinah.
Koalisi itu berhasil mengumpulkan seribu tentara bersenjata lengkap, termasuk pasukan berkuda, dan pasukan pemanah. Dalam tradisi perang di jazirah Arab seribu tentara adalah jumlah yang sangat besar, karena umumnya perang waktu itu terjadi antar-suku atau kabilah, dengan tentara puluhan saja.
Negara baru Madinah belum mempunyai tentara profesional untuk menghadapi serangan dari Mekah. Dengan persiapan cepat kaum muslim mengumpulkan 300 orang untuk dilatih kilat menjadi milisi.
Persenjataan pasukan Muslim sangat sederhana dibanding pasukan Mekah. Baju perang, yang dikenal sebagai zirah, adalah barang mewah yang belum terjangkau oleh kebanyakan tentara milisi. Pasukan berkuda dibangun dengan mengumpulkan donasi dari orang-orang kaya dari kalangan muslim Madinah.
Pasukan milisi Muslim menyongsong pasukan Mekah di daerah Badar, di luar kota Medinah. Pertempuran tidak seimbang satu dibanding tiga tampaknya akan dengan mudah dimenangkan oleh pasukan Mekah. Muhammad SAW mengatur strategi berdasarkan wahyu yang diterima dari Allah. Ia menguasai sumur-sumur yang menjadi perbekalan air yang sangat penting untuk menjamin ketersediaan logistik militer.
Pertempuran Badar akan menentukan masa depan perkembangan umat muslim. Kekalahan akan berpotensi memusnahkan umat Islam, dan kemenangan akan membawa keuntungan besar bagi umat muslim. Kekayaan logistik yang dibawa pasukan Mekah dalam bentuk onta, kuda, hewan piaraan, dan persenjataan, akan menjadi pampasan perang yang sangat penting bagi pasukan muslim.
Pada keesokan harinya, perang besar terjadi. Pasukan Mekah terkejut oleh keberanian pasukan muslim yang merangsek tanpa kenal rasa takut. Keunggulan jumlah pasukan dan kecanggihan peralatan perang tidak menjamin sebuah kemenangan. Dalam waktu relatif singkat pasukan muslim berhasil memukul mundur lawan yang lari tercerai berai.
Pasukan Muslim memenangkan pertempuran paling penting dalam sejarah perkembangannya. Harta pampasan perang yang berhasil dikumpulkan akan menjadi modal penting dalam perang-perang selanjutnya. Dan, yang paling penting adalah kemenangan Badar secara psikologis telah menaikkan semangat umat muslim dan menghancurkan mentalitas pasukan Mekah.
Kalah di Perang Uhud
Dalam waktu singkat pasukan Mekah melakukan konsolidasi dan bersiap melakukan serangan balas dendam. Pertempuran berikutnya terjadi di Bukit Uhud. Kali ini pasukan Islam sudah lebih berpengalaman dan persenjataan sudah lebih baik. Tapi, rupanya kemenangan Badar membuat pasukan Islam lengah dan mengabaikan komando Rasulullah untuk tetap bersiaga mempertahankan posisi pasukan pemanah di Bukit Uhud yang strategis.
Tergoda untuk berebut harta pampasan yang ditinggalkan lawan, pasukan pemanah meninggalkan posnya dan turun dari puncak bukit. Pasukan muslim terjebak oleh manuver tipuan lawan. Pasukan Mekah terlihat bergerak mundur, padahal mereka bergerak memutar menyerang bukit yang kosong ditinggal pasukan panah.
Pasukan lawan kemudian menguasai bukit dan memukul pasukan Islam. Pada serangan ini Rasulullah mendapat serangan sampai merusak pelindung kepala dan melukai wajahnya. Ia bahkan dikabarkan meninggal dunia. Pasukan muslim goyah dan terpukul mundur.
Kekalahan ini sangat menyedihkan Rasulullah. Tapi, kekalahan ini sekaligus menjadi pelajar penting untuk melakukan konsolidasi. Pada perang-perang berikutnya pasukan Muslim jauh lebih solid dan berpengalaman. Selama sepuluh tahun periode Madinah, Rasulullah hampir setiap tahun memimpin langsung peperangan dengan terjun di tengah pasukan.
Musuh-musuh di sekitar Madinah satu persatu ditundukkan. Di dalam negeri sendiri Rasulullah melakukan tindakan tegas terhadap kelompok Yahudi yang melakukan pengkhianatan dengan memihak pada musuh. Tindakan ini adalah pelanggaran terhadap Piagam Madinah.
Karena pengkhianatan itu membahayakan posisi politik dan militer umat Islam, Rasulullah mengepung kelompok Yahudi Bani Quraizah dan Bani Nadir. Setelah menyerah, Rasulullah memerintahkan eksekusi terhadap mereka yang berkhianat.
Eksekusi ini oleh para orientalis dianggap sebagai pembantaian karena dilakukan terbuka di dekat pasar. Padahal, orang-orang Yahudi itu telah berkhianat dan melanggar perjanjian yang mereka sepakati sendiri dengan kaum muslim.
Sikap tegas Rasulullah ini menunjukkan kepiawaiannya sebagai ahli politik dan strategi. Dengan hilangnya ancaman internal dari kelompok Yahudi, umat Islam menjadi lebih solid dan terkonsolidasi. Beberapa perang besar berhasil dimenangkan, dan puncaknya Mekah meyerah.
Hijrah dan Perang Badar menjadi dua momentum paling penting dalam sejarah Islam. Sampai sekarang semangat Badar tetap menjadi spirit yang dikenang dalam setiap perjuangan Islam. Ketika sekarang umat Islam mengalami kemunduran dan menjadi objek kekuasaan Barat, semangat Badar menjadi kekuatan yang selalu menjadi inspirasi perjuangan.
Semangat Badar memberi keyakinan, meskipun jumlah pasukan Muslim lebih kecil dan lebih lemah, tetapi akan ada kekuatan besar tersembunyi yang akan membantu pasukan muslim untuk meraih kemenangan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni