PWMU.CO – Haedar Nashir: Rajut lagi jiwa spirit hijrah dan perjuangan kemerdekaan. Hal itu terungkap saat sambutan Pengajian Umum PP Muhammadiyah, Jumat (13/8/21).
Pengajian Umum dengan tema Spirit Hijrah Mewujudkan Cita-Cita Kemerdekaan digelar secara virtual oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui Zoom dan You Tube Muhammadiyah Channel.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir MSi menyampaikan tema ini diangkat karena ada dua momentum yang beririsan pada bulan Agustus ini.
“Momentum yang pertama adalah lahirnya Tahun baru Hijriah pada Selasa (10/8/2021) kemarin yakni 1 Muharram 1443 H. Kemudian momentum yang kedua lahirnya Kemerdekaan Indonesia yang sudah memasuki usia ke-76 yang sebentar lagi kita akan memperingatinya pada Selasa (17/8/2021),” ungkapnya.
UMAM, Kado Muhammadiyah untuk Bangsa
Menurut Haedar Nashir kedua momentum ini berada dalam satu titik temu, nafas dan jiwa yang sebenarnya sudah bersenyawa sejak awal.
“Maka ketika saya memimpin langsung pertemuan dengan Raja Perlis dan Kementrian Pendidikan Tinggi atau Pengajian Tinggi Malaysia pada 1 Muharram, di luar dugaan justru hari itu Kementrian mengumumkan izin lahirnya dan izin kelulusan Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMAM),” ujarnya.
“Saya waktu itu terharu karena perjuangan 3,5 tahun itu luar biasa Indonesia-Malaysia dengan segala macam halnya. Karena setiap memulai sesuatu pasti ada keraguan di dalamnya. Tetapi alhamdulillah mendapatkan izin,” tambahnya.
Hal ini, lanjutnya, juga merupakan kado Muhammadiyah untuk bangsa dan negara. Kami juga menggali spirit hijrah dalam satu nafas yang sama. Karena yang pertama hijrah bukan hanya perpindahan lokasi nabi dari Makkah ke Madinah, yang sebenarnya tidak terlalu jauh kalau diukur untuk saat ini.
“Tetapi pada saat itu merupakan sebuah proses tahrizj, tahrir dan tanwir sekaligus. Hingga dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 218 disebutkan bahwa Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” sitirnya.
Semangat untuk Merdeka
Jadi, sambungnya, hijrah itu juga ada korelasi dengan jihad dan iman. Tiga dimensi atau tiga hal yang sangat substansial dalam perjalanan sejarah Islam.
“Dan akhirnya perjalanan jihad panjangnya Nabi Muhammad saw itu membuahkan Al-Madinah Al-Munawwaroh. Bangunan serta peradaban yang cerah mencerahkan yang dari situ Islam menyinari dunia,” jelasnya.
Di negeri kita, ujarnya, hijrah dan jihad terwujud ketika kita kaum muslimin melawan para penjajah yang cukup panjang dalam pergumulan yang begitu penuh duka dan derita.
“Akan tetapi semangat kaum muslimin dan bangsa Indonesia untuk kemerdekaan tetap kokoh, kuat dan tidak pernah mati. Sampailah lahir era baru pergerakan Islam modern bersama kebangkitan nasional termasuk Muhammadiyah,” terangnya.
Perjuangan Keislaman dan Kebangsaan
Maka, menurutnya, di dalam perjuangan kemerdekaan itu ada spirit jihad untuk Indonesia merdeka. Tetapi bukan jihad dalam makna yang sempit. Karena itu juga perlu rekontruksi makna jihad dalam konteks kekinian. Bahkan secara simbolik ketika kita proklamasi kemerdekaan itu juga bersamaan dengan bulan ramadhan. Jadi selalu ada titik temu.
“Setelah merdeka pun kita masih terus berjuang. Bahkan Muhammadiyah harus membuat Laskar Perang Sabil dari tahun 1946 sampai 1949 ketika Agresi Belanda. Satu rangkaian dengan adanya perang gerilya di kawasan DI Yogyakarta dan Jateng yang langsung dipimpin oleh Ketua PP Muhammadiyah yakni Ki Bagus Hadikusumo,” paparnya
“Artinya sejak perjuangan kemerdekaan, bahkan pasca kemerdekaan kaum muslimin itu berada di dalam satu nafas yang sama. Antara perjuangan keislaman dan kebangsaan sehingga tidak ada kontradiksi antara keduanya,” imbuhnya.
Uswah Hasanah Hadapi Pandemi
Menurut Haedar tugas kita saat ini adalah bagaimana merajut kembali jiwa spirit atau nafas yang fundamental ini untuk aktualisasi baru di tengah kehidupan kekinian. Pertama ketika kita sekarang menghadapi musibah besar pendemi Covid-19 yang tercatat 115.000 jiwa yang meninggal di negeri kita tercinta.
“Ini problem kemanusian yang berat. Bagaimana kaum muslimin dengan spirit hijrah dan kemerdekaan juga menjadi uswah hasanah dalam menghadapi pandemi ini. Kalau kita tidak bisa memberi solusi, maka jangan menjadi beban karena ini justru menambah kontroversi,” ajaknya.
Pelopor Pemecahan Masalah
Dalam konteks kemerdekaan, ungkapnya, tentu mewujudkan nilai dan cita-cita kemerdekaan itu sangat mendasar dan sangat fundamenal. Haedar berharap ada transformasi hijrah dan nilai beserta cita-cita kemerdekaan bagi kaum muslim saat ini.
“Bagi Muhammadiyah dengan semangat negara Pancasila tentu transformasi itu diwujudkan dalam menghadirkan moderasi Islam yang berkemajuan. Di satu pihak kita tegakkan perdamaian, persatuan dan toleransi,” urainya.
“Akan tetapi nilai syuhada alannassnya dalam dimensi memajukan kehidupan, kita bangun masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang berdasar pada ilmu, menghargai ilmu dengan segala rangkaiannya,” sambungnya.
Muhammadiyah, menurutnya, juga harus menjadi pelopor untuk memecahkan masalah, bukan menjadi bagian dari masalah. Kita juga harus menjadi kekuatan yang ada di depan untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana cita-cita kemerdekaan para tokoh dan pendiri bangsa.
“Itu semua memerlukan jiwa kenegarawanan yang melampaui, yang sekarang justru semakin miskin baik secara personal maupun secara institusi,” tuturnya. (*)
Haedar Nashir: Rajut lagi jiwa spirit hijrah dan perjuangan kemerdekaan. Penulis Pandu Anom Nayaka. Editor Sugiran.