PWMU.CO – Selama ini, Muhammadiyah dikenal dengan kuantitas dan kualitas sekolahnya. Tapi kali ini ada yang beda. Sekolah Muhammadiyah kali ini justru kagum pada sekolah yang lahir dari kultur Nahdliyin.
Itulah yang terjadi saat bersama rombongan dari Forum Pendidikan Jatim dan Dinas Pendidikan Jatim, Perguruan Muhammadiyah Wiyung yang terdiri dari SD Muhammadiyah 15, SMP Muhamadiyah 17 Plus, dan SMA Muhamamdiyah 09, berkunjung ke Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan.
(Baca: KH Hasyim Abbas, Tokoh NU Ini Ternyata Guru yang Sangat Dikenang oleh Ketua PW Muhammadiyah Jatim)
Kunjungan ke Ponpes asuhan dari KH Abdul Ghofur ini diikuti praktisi dan pakar pendidikan dalam rangka melihat kapal hasil karya SMK Perkapalan Sunan Drajat. Menurut Budi Santosa Owner dari PT Agrindo Company selaku pembina program ini, kapal ini adalah sebagai hasil nyata anak bangsa ini patut diapresiasi. “Mereka masih belia namun sudah bisa membuat kapal di galangan kapal di Paciran,” kata Dr Murphin Sembiring, Rektor Universitas Widya Kartika yang turut hadir.
Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 17 Plus M Azzam Muri SPd pun geleng-geleng kepala. “Sudah saatnya Muhammadiyah juga memilik pondok pesantren seperti ini, yang mampu menghasilkan produk sesuai dengan keunggulan Indonesia di bidang bahari,” katanya kepada pwmu.co (Media Muhammadiyah Jatim), yang ikut menyertainya.
(Baca juga: Ketika Dua Ormas Besar Berbagi Tugas: Muhammadiyah Urus Milad dan NU Urus Haul)
Kepala Bidang Pendidikan Ponpes Sunan Drajat H Mahsun menyampaikan bahwa pendidikan di pesantrennya menggabungkan materi kurikulum nasional dan muatan lokal dengan mengusung kearifan lokal. “Di sini konsepnya adalah learning by doing. Tidak hanya materi-materi agama, tapi juga materi terapan.”
Drs Karyoto staf Diknas Jawa Timur mengatakan, “Ini menarik karena saya baru tahu kalau di Ponpes Sunan Drajat sudah ada SMK Perkapalan yang sudah menghasilkan 2 buah kapal hasil kolaborasi dengan dunia industri.”
KH Abdul Ghafur bercerita bahwa Ponpes Sunan Drajat yang menempati lahan 40 ha ini sudah berdiri tahun 1460 dan merupakan salah satu pondok tertua di Indonesia. “Ponpes ini ingin meraih dunia dan menggapai akhirat,” katanya. Maka, sejak subuh hingga pukul 23.00 para santri diajak untuk mengikuti aturan-aturan Ponpes.
(Baca juga: Ini Perbedaan Gaya Sarungan Warga Nahdliyin dan Muhammadiyah)
“Semua lengkap ada di sini, mulai urusan gunung hingga samudra,” kata Ghofur. Memang, di Ponpes dengan total santri 12 000 ini memiliki produk antara lain Pupuk Sri, Garam Samudra—singkatan dari Santri Murid Sunan Drajat, dan restoran Jasudra–Jasa Sunan Drajat, yang berdiri sampa di Singapura dan Bangkok.
“Tidak hanya teori, tapi kita menekankan praktik. Bahkan salah satu siswa yang masih duduk di bangku SMK Perkapalan memiliki sertifikasi las berstandar Internasional,” ujar Ghofur. Pesantren Muhammadiyah kapan? (Fery Yudi)