PWMU.CO – Din Syamsuddin: Revolusi ajaran Islam bawa keadilan gender lebih dari kesetaraan. Pembina Orbit itu mengatakannya saat menutup Pengajian Orbit (26/8/21) malam.
Din Syamsuddin menyatakan, terdapat beda penafsiran terhadap al-Quran dan budaya manusia yang didominasi budaya laki-laki. “Memang ayat-ayat al-Quran banyak menggunakan terminologi laki-laki yang hal itu juga sebenarnya ditujukan untuk perempuan,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, seperti aqimus shalat yang secara bahasa ditujukan untuk laki-laki.
Din Syamsuddin kemudian menegaskan, Islam sesungguhnya sangat menghormati kaum perempuan. “Perempuan punya harkat dan martabat yang sama dengan laki-laki dalam al-Quran. Dalam beberapa ayat, ada semacam pembagian tugas,” ujarnya.
Din menyadari, permasalahan kaum perempuan dalam berbagai sektor itu luar biasa. Baik laki-laki maupun perempuan, lanjutnya, yang punya hati nurani harus prihatin dalam memandang kondisi permasalahan perempuan.
Revolusi Ajaran Islam
Menurutnya, ajaran Islam yang Rasulullah SAW bawa sangat radikal dan revolusioner dalam membawa perubahan perlakuan terhadap kaum perempuan. Perubahan itu sangat jelas jika dibandingkan dengan perlakuan pada masa sebelum Islam (masa jahiliyah).
Din Syamsuddin menyatakan, Islam membawa keseimbangan, ada keadilan gender, lebih dari sekadar kesetaraan gender. “Keadilan itu membawa tanggung jawab masing-masing dalam kehidupan rumah tangga,” jelasnya.
Din juga sepakat dengan pernyataan Asep Purnama Bahtiar. Perintah menundukkan pandangan tidak hanya ditujukan kepada kaum laki-laki sesuai an-Nur ayat 30, tapi juga untuk kaum perempuan. Yaitu pada ayat 31 yang ayatnya lebih panjang dan detail.
Dia menegaskan, itulah keadilan Islam. Artinya, potensi untuk pelanggaran, ada pada kedua pihak. Sehingga, al-Quran datang meminta kaum laki-laki menundukkan pandangan terhadap kaum perempuan. Begitu juga sebaliknya.
Secara spesifik, tambahnya, dalam al-Quran disebutkan bahwa pada diri laki-laki ada kecenderungan syahwat terhadap kaum perempuan. Mengapa? Menurutnya, itu karena di mata laki-laki, sex appeal (daya tarik seks) ada pada perempuan.
Tapi perintah untuk menjaga pandangan—yang bisa membawa ke pelecehan seksual—sama-sama ditujukan ke dua pihak: laki-laki dan perempuan.
Harus Ada Pemimpin
Din mengajak untuk melihat hadits sahih yang diriwayatkan Ahmad: Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang perempuan menunaikan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan ramadhan, menjaga kehormatan (kemaluannya), dan menaati suaminya. Niscaya dia akan masuk surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.”
Secara psikologi, kultural, dan fungsional, dalam kehidupan rumah tangga, menurut Din Syamsuddin, tidak bisa keduanya sama-sama jadi sopir atau penumpang. Bagi dia, ini sangat manusiawi dalam kehidupan manusia.
“Pesan pentingnya, ada saling memahami dan menghormati tidak mendominasi satu sama lain. Butuh hubungan simbiosis mutualistik,” ungkapnya di Zoom itu.
Din Syamsuddin menjelaskan, dalam hadits, istri itu kepala rumah tangga, bertanggung jawab atas rumah tangganya. Sedangkan suami idealnya mencari rezeki. Kemudian ada pemulihan tugas, tapi bukan berarti suami-istri itu saling merendahkan. Melainkan saling melengkapi.
Dia menekankan, dalam hidup berumah tangga harus ada yang memimpin. Yang terpenting, kepemimpinan itu tidak boleh diktator, perlu ada musyawarah. Karena itulah prinsip wasathiyat Islam yang perlu menegakkan keadilan.
Namun, dia mengingatkan, jangan sampai perjuangan pembebasan hak oleh kaum perempuan menjadikan masculine culture menjadi feminine culture. Dia mengimbau, lebih baik ditarik ke titik tengah. “Ada keseimbangan, keadilan, sama haknya di hadapan sang pencipta,” ujarnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni