PWMU.CO – Taliban Berkuasa, Indonesia dan Afghanistan Masih ‘Wait and See’. Hal itu terungkap dalam webinar yang digelar Pusat Dialog dan Kerja Sama antar Peradaban (Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations/CCDC), lembaga yag dipimpin Prof Din Syamsuddin, Jumat ( 3/9/2021).
Webinar bilingual—denganbahasa Inggris dan bahasa Indonesia—bertajuk “The Phenomenon of Taliban and the Future of Peace and Reconciliation in Afghanistan”, itu diselenggarakan melalui Zoom Clouds Meeting.
Acara yang berlangsung pukul 13.30-15.30 WIB ini dihadiri 300-an peserta dari berbagai kalangan: akademisi, pejabat pemerintahan, media pers dan masyarakat umum, baik dari dalam maupun luar negeri.
Pada kesempatan itu, Abdul Kadir Jailani (AKJ)—Direktur Jendral untuk Asia Pasifik dan Afrika, Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia—yang hadir sebagai salah satu panelis menyampaikan kepentingan nasional dan langkah-langkah strategis diplomasi pemerintah Indonesia dalam menyikapi fenomena Taliban dan masa depan Afganistan.
AJK menyatakan, langkah-langkah diplomasi ini langsung dikomandani oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. Menurutnya, upaya tersebut meliputi perlindungan dan penyelamatan WNI dari kondisi krisis keamanan. Serta bertujuan untuk mendorong terciptanya Afganistan baru yang stabil, aman dan sejahtera.
Misi Penyelamatan WNI dari Afganistan
AJK megatakan, upaya perlindungan dan penyelamatan WNI ini adalah misi kemanusiaan paling rumit yang pernah dilakukan Kemenlu berdasarkan kondisi yang terjadi. Kesulitan disebabkan risiko ancaman keamanan dan komplikasi teknis evakuasi terkait tingginya ketidakpastian kebijakan, terutama terkait ijin mendarat pesawat (landing permit) di bandara Kabul.
“Tim Indonesia bekerja tanpa henti dan sangat hati hati, agar misi berjalan dengan baik. Pesawat militer Indonesia harus menunggu di Islamabad, hingga waktu yang ditentukan untuk bisa menyelamatkan WNI. Dalam misi penyelamatan ini pesawat militer harus di gunakan karena semua penerbangan sipil ditiadakan,“ ujarnya.
Dia memaparkan, pada tanggal 13 Agustus 2021, tim Kemenlu Indonesia berkesempatan melakukan dialog dan negosiasi dengan Taliban. Ini adalah langkah menggunakan intrumen diplomasi secara efektif yang menghasilkan kesepakatan jaminan perlindungan keamanan pada WNI.
Menurutnya, KBRI dijaga Taliban dan Tentara Taliban ikut memberikan pengawalan saat evakuasi dari KBRI menuju Bandara. Perjalanan yang biasanya hanya memakan waktu 25 menit menjadi 5 jam karena situasi kota yang sedang krisis menjelang dikuasainya kota oleh Taliban dan bandara yang mengalami chaos.
Selain upaya diplomasi yang dilakukan, bantuan eksternal untuk kesuksesan evakuasi juga sangat berperan. Terkait misi evakuasi ini AJK menambahkan bahwa pemerintah Indonesia secara khusus menyampaikan penghargaan kepada beberapa negara asing yang membantu keberhasilan proses perlindungan dan penyelamatan WNI, diantaranya Pakistan, Turki, Amerika Serikat dan Nederland.
“Our evacuation mission will not be possible without the assistance of some countries. Particular words of appreciation should be extended to the government of Pakistan, Turkey, USA, Nedherland, and others,” demikiandipaparkan AJK dalam bahasa Inggris yang fasih.
Ditambahkannya juga bahwa dalam misi evakuasi ini 26 WNI berhasil diselamatkan selain beberapa WNA lainnya.
Sikap Indonesia untuk Afganistan Baru
“Realizing a new Afghanistan which is stable, peaceful, and prosperous is our interest. As it will positively contribute to the maintenance of our national security, and I believe this also the interest of Pakistan, Iran and other countries as neighbor countries.”
Demikian AJK menjelaskan bahwa Afghanistan baru yang stabil, damai, dan sejahtera adalah salah satu kepentingan nasional Indonesia. Karena pasti berkontribusi positif untuk memelihara keamanan nasional. Dan diyakininya juga menjadi kepentingan negara negara lain yang menjadi tetangga Afghanistan.
Mantan Duta Besar Berkuasa Penuh Indonesia untuk Kanada ini juga menyampaikan, pada perundingan diplomasi antara pemerintah Indonesia dan pimpinan kelompok Taliban beberapa waktu lalu, Retno Marsudi menegaskan tiga hal utama yang harus dipegang Taliban sebagai komitmen.
Bahwa masyarakat internasional meminta Taliban, pertama, membentuk pemerintahan yang inklusif. Kedua menghormati hak-hak perempuan, dan ketiga, tidak mengizinkan menggunakan minyaknya untuk mendukung kegiatan terorisme.
Stigma Terorisme Taliban
Ketika salah seorang peserta webinar menanyakan tentang stigma terorisme atas Taliban dan bagaimana sikap politik Indonesia untuk Afghanistan, AJK menjawab bahwa hingga saat ini pemerintah Indonesia belum menemukan keterkaitan langsung antara Taliban dengan kelompok-kelompok radikal di Tanah Air.
Meskipun begitu pemerintah tidak bisa memungkiri kemungkinan digunakannya kemenangan Taliban sebagai sumber inspirasi (moral booster) oleh kelompok radikal tertentu yang bisa menyebabkan masalah internal di Tanah Air.
Dia menyampakan, sampai saat ini kita belum mengetahui persis apakah Taliban akan memenuhi komitmen yang diharapkan masyarakat internasional seperti yang disampaikan di atas.
Indonesia, kelas AJK, di samping memperhatikan pertimbangan politik juga akan tetap menggunakan kriteria objektif tersebut. Pemerintah juga akan menggunakan mesin diplomasinya di beberapa negara untuk melihat sikap negara-negara lain terhadap Taliban. Hingga saat menyampaikan informasi ini, menurut AJK, belum ada satu negara yang menentapkan sikap formalnya secara definitif.
“Pemerintah Indonesia juga telah menegaskan tantangan terbesar untuk Taliban adalah trust defisit (kurangnya kepercayaan ) masyarakat internasional. Mereka harus bekerja keras membuktikan komitmen untuk memenuhi janji-janji tersebut sehingga mewujudkan perubahan yang diharapkan bersama,” terangnya.
Namun demikian, lanjut AJK, Indonesia akan selalu mengambil peran dalam mewujudkan perdamaian Afghanistan. (*)
Penulis Dina Hanif Mufidah Editor Mohammad Nurfatoni