PWMU.CO – Dai Harus Banyak Baca tentang Keberagaman dan Toleransi. Sikap moderasi itu akan menciptakan kedamaian, dan secara normatif persoalan moderasi itu sudah ada dalam al-Quran. Hal tersebut disampaikan Prof Achmad Jainuri PhD pada acara Peluncuran 1000 Dai Agen Perdamaian yang digelar oleh Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Sabtu (4/9/2021)
Menurut Jainuri, sikap moderasi menjadi modal dakwah yang sangat penting di era sekarang ini. Karena kalau tidak bicara moderasi dianggap sebagai kelompok yang tidak suka dengan moderasi.
“Kita ini terbawa oleh irama dan isu tentang moderasi. Kalau tidak bicara moderasi, itu dianggap kelompok yang tidak suka dengan moderasi. Sama seperti persoalan NKRI, Pancasila. Maka muncul kemudian istilah Aku Pancasila, Aku NKRI. Kalau bukan itu, dinilai sebagai anti-NKRI, anti-Pancasila,” katanya.
Jainuri mengatakan, sebetulnya di Muhammadiyah bukan mengikuti paham itu. Bagi Muhammadiyah, yang penting bagaimana nilai-nilai itu dilaksanakan dan praktik moderasi ini sesungguhnya sudah dilakukan oleh Muhammadiyah. “Elite bahkan pendiri Muhammadiyah juga sudah meletakkan dasar dari prinsip nilai ajaran islam, baik dari al-Quran maupun as-Sunnah,” jelasnya.
Moderasi ini, bagi Jainuri sebetulnya lebih banyak berkaitan dengan sikap perilaku kita dalam berkomunikasi, bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. “Dari sisi normatif, islam itu sebenarnya sudah memberikan dasar tentang sifat moderasi ini. Bahkan, Kiai Dahlan itu mengatakan di dalam falsafah ajarannya, bahwa kita ini seseorang yang tidak boleh mengkalim diri sebagai yang paling benar,” tandasnya .
Problem Akar Bawah
Menurutnya Jainuri, sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, kita juga harus meyakini bahwa kebenaran itu juga ada di orang lain. Orang lain sesama warga Muhammadiyah. Orang lain sesama warga muslimin, orang lain yang bahkan dari lain agama. “Ada nilai-nilai yang ada kesamaannya antara kita dan mereka. Nah nilai kesamaan itulah yang justru harus kita jadikan sebagai dasar kita untuk berkomunikasi, bersosialisasi dan bermasyarakat,” kata Jainuri.
Wakil Ketua PWM Jawa Timur itu mengatakan, para dai penting membaca bukunya para teoritisi tentang keberagaman, tentang pluralitas, dan tentang toleransi.”Fakta yang kita hadapi sekarang ini sesungguhnya adalah berasal dari satu. Ada istilah konsep one manifesting is the many. Bahwa sebenarnya dalam konsep agama itu, hanya ada satu agama yang turun dari atas sana. Wahyu Allah yang itu biasa disebut sebagai agama samawi,” terangnya.
Tetapi dalam fakta, kita melihat one manifasting is the many itu di lapangan muncul banyak agama. Banyak tradisi agama dan masing-masing agama mengklaim sebagai yang paling benar. “Ya termasuk kita. Saya yakin bahwa Islam itu paling benar. Nah saudara kita yang Nasrani kan juga seperti itu. Agama yang lain juga seperti itu,” katanya.
Maka menurut Jainuri, inilah persoalannya. Mungkin bagi para elite agama tidak ada masalah, tapi persoalannya justru ada di arus bawah, yang kebanyakan para penganut agama di arus bawah adalah awam. “Di sinilah kemudian, satu konsep agama yang ideal namun kemudian di lapangan ada banyak. Bahkan di internal Islam ada banyak paham, banyak aliran, dan sebagainya. Nah, kita tidak boleh mengklaim bahwa diri saya lah yang paling benar. Tidak,” tegasnya.
Saling Memahami
Menurut Jainuri, ada banyak kebaikan yang dilakukan orang lain. Misalnya ada kebaikan itu di tetangga, di teman sesama warga Muhammadiyah yang lain. Sehingga dibutuhkan sikap moderat untuk saling memahami. “Kita ini memiliki keterbatasan. Masing-masing kita juga memilki latar belakang yang berbeda. Latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, yang semua itu membentuk ide dan pikiran lalu cara pemahaman kita terhadap agama itu. Di sinilah muncul perbedaan itu,” katanya.
“Ada orang macam-macam yang kemudian mendefinisikan pluralitas sesuai dengan kepentingan dan pemahamannya. Tapi bagi saya, pluralitas adalah sikap untuk memahami keanakeragaman yang ada di sekitar kita. Memahami bukan meyakini”
Oleh sebab itu, menurutnya, kita diharapkan dapat membentuk sikap moderat di dalam bersosialisasi. Kemudian kita juga perlu menyadari konsep yang populer dilakukan Kiai Dahlan tentang pluralitas.
“Ada orang macam-macam yang kemudian mendefinisikan pluralitas sesuai dengan kepentingan dan pemahamannya. Tapi bagi saya, pluralitas adalah sikap untuk memahami keanakeragaman yang ada di sekitar kita. Memahami bukan meyakini,” ucapnya.
Karena itu, bagi Jainuri, sikap pluralitas itulah yang menjadi dasar kita warga Muhammadiyah untuk memahami keanekaragaman, yang kemudian dibawa dalam berkomunikasi dengan orang lain yang bebeda paham dan keyakinan.
“Pertanyaannya, lalu bagaimana posisi kita sebagai dai yang punya kewajiban menyampaikan kebenaran itu kepada orang lain? Itu sudah persoalan sendiri. Itu kan diatur dalam ajaran kita juga, bahwa kita wajib menyampaikan itu. Tapi kemudian cara-cara itu diatur dengan prinsip bil hikmah, mauidhah hasanah, dan wajadilhum billati hiya ahsan,” katanya. (*)
Dai Harus Banyak Baca tentang Keberagaman dan Toleransi: Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni