PWMU.CO – Musibah: Antara Teguran, Ujian, dan Azab. Demikian Mama Dedeh dan Din Syamsuddin menerangkannya dalam Pengajian Orbit Virtual, Kamis (9/9/21) malam.
Di tengah sesi diskusi pengajian rutin binaan Prof M Din Syamsuddin MA PhD itu, Dinda Puspa Lubis Johnson—peserta berdomisili Swedia—mengatakan bingung menyikapi antara musibah dan cobaan.
“Saya sering mendengar di kajian, biasanya karena dosa-dosa kita, kita mendapat musibah tersebut atau kita memang dicoba sebagai seorang muslim yang beriman,” ujarnya.
Mama Dedeh pun menerangkan, musibah terbagi tiga. Yaitu ujian, teguran, dan azab. Kemudian dia memaparkan perbedaan ketiganya.
Ujian
Pertama, ujian. Untuk mengetahui tujuan diberikan ujian, Mama Dedeh mengutip al-Baqarah 155-156:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ. اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).”
Ketika hidup, lanjut Mama Dedeh, orang yang beriman rentan mendapat ujian. Jika lulus, maka naik harkat derajatnya di hadapan Allah SWT.
Din Syamsuddin juga menegaskan, “Musibah berupa keburukan yang kita terima, menimpa kita, adalah ujian dan cobaan dari Allah, al-bala’.”
Teguran
Kedua, teguran. Dengan memahami ini, Mama Dedeh menegaskan untuk tidak menyalahkan orang lain ketika terkena musibah atau ketidaknyamanan hidup. “Boleh jadi, kita berbuat salah, lalu ditegur oleh Allah dengan musibah,” terangnya.
Dia menukil surat Asy-Syura 30:
وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ
Dia menerangkan, “Musibah yang menimpa kalian, karena tangan kalian sendiri. Mohon ampun kepada Allah dengan ampunan yang banyak.”
Maka, dia mengajak peserta untuk bercermin, hingga mengetahui apa kesalahannya. “Pernahkah mengambil hak orang, ngomongin orang, menyindir orang, menyakiti orang, dan seterusnya,” ungkapnya.
Azab
Ketiga, azab. “Diuji, nggak lulus. Ditegur, nggak sadar-sadar. Dikirimlah azab!” ujar Mama Dedeh. Dia lantas memetik al-Qasas 59:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرٰى حَتّٰى يَبْعَثَ فِيْٓ اُمِّهَا رَسُوْلًا يَّتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِنَاۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِى الْقُرٰىٓ اِلَّا وَاَهْلُهَا ظٰلِمُوْنَ
“Allah tidak akan mengazab suatu kota, sehingga Allah kirimkan Rasul yang menyampaikan ayat-ayat Allah kepada mereka, dan Allah mengazab suatu kota kalau mereka berbuat dzalim,” terang Mama Dedeh.
Jangan-jangan, dia menduga, Covid-19 yang menimpa Indonesia merupakan azab. Karena dia melihat banyak masjid yang besar, tapi ‘isinya’ kosong. “Lihat ibadah kita, jangan-jangan Allah murka!” tegasnya.
Selain itu, menurutnya banyak orang bangga dengan berbuat maksiat dan tercela tapi tidak merasa bersalah dan berdosa. “Rezeki diterima, nikmat diambil; tapi syukurnya kurang, perintah Allah diabaikan, sementara yang dilarang dikerjakan,” ucap dia.
Akhirnya, Mama Dedeh mengajak untuk memperbanyak taubat.
Salah Umat Islam
Menurut Endang H Little—peserta berdomisili Berlin, Jerman—mengenaskan sekali kondisi di Indonesia pada saat pandemi kalau dibandingkan di sana.
“Banyak menganut ateis, tapi secara moral mereka (warga di Jerman) benar-benar mengayomi orang-orang yang memang membutuhkan,” ujarnya.
“Kita melihat pimpinan-pimpinan kita yang egois, yang kaya semakin kaya, sehingga apakah masyarakat kita semakin banyak musibah karena pimpinan tersebut? Ada relasinya apa tidak?” tanya dia.
Menurut Mama Dedeh, sebenarnya itu salah kita sebagai Muslim yang kurang mengamalkan ajaran al-Quran. “Kita yang punya Quran tapi nggak diamalkan!” ujarnya.
“Tapi orang yang nggak punya Quran, mereka membaca. Mereka menerapkannya. Seharusnya begitu!” tuturnya.
Maka, Mama Dedeh menegaskan, tidak cukup hanya membaca al-Quran saja. Umat Islam perlu mentadabburi al-Quran. “Dibaca ayatnya, terjemahannya. Maksudnya, tujuannya, isinya diamalkan,” ajaknya.
Sikapi Ujian dengan Husnudzan
Din kemudian mengajak berhusnudzan, berprasangka baik kepada sang pencipta, bahwa dengan al-bala itu sesungguhnya menunjukkan Allah sayang kepada kita. Din Syamsuddin mengutip hadits, “Jika Allah SWT mencintai seorang hamba-Nya, maka Allah akan memberinya ujian dan cobaan.”
Dia juga mengimbau agar menyikapi al-bala dengan keimanan dan kegembiraan, sebagaimana yang dia kutip dari al-Baqarah 155-156, “Syaratnya orang sabar itu kalau ditimpa musibah, qaalu (berkata) Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un.”
“Kembalilah ke orbit keimanan. Innalillahi bukan sekadar ucapan. Ada Allah, jangan bersedih. Maiyatullah, bersama Allah, maka tidak ada kesedihan,” terangnya.
Di samping itu, Din Syamsuddin menyarankan agar menyikapi musibah dengan bermuhasabah. “Introspeksi, mawas diri, evaluasi,” tuturnya.
Kemudian, dia mengajak untuk mengambil hikmah di balik musibah dengan sikap optimis. “Sikap optimis kaum beriman, kita mempunyai Allah, kita menuju akhirat, itu yang membawa kita pada optimis,” ungkapnya.
Jika Tidak Bisa Menyikapinya
Jika tidak, dia membenarkan penjelasan Mama Dedeh, musibah menjadi azab. “Kalau sudah menjadi azab, satu kelompok umat manusia itu, dimusnahkan oleh Allah, apalagi jika ada pembangkangan,” ungkapnya.
Din menyatakan, pengingkaran terhadap rahmat Allah sekarang ada perwujudan modernnya. “Waktu itu beredar dan berputar, history repeat itself, sejarah mengulang dirinya sendiri,” ucapnya.
Dia mencontohkan, yang kafir akidah seperti kaum Nabi Nuh banyak, yang kafir dalam dimensi ekonomis seperti kaum Tsamud ada. “Yang melakukan eksploitasi atas manusia lain,” terangnya.
Selain itu, dia mencontohkan banyak juga yang melakukan kekafiran pembangkangan (dimensi sosial) seperti kaum Ad.
Maka, musibah berupa bala, perlu berbentuk tadzkirah (peringatan). Jika kita tidak bisa menyikapinya bersama-sama atau saling menyalahkan, lanjutnya, muncul konflik silang sengketa, perselisihan dan fitnah.
“Fitnah itu musibah, tapi berdimensi konflik. Tidak hanya menimpa orang-orang zalim saja, tapi menimpa orang-orang beriman karena tidak mampu menyelesaikan masalah,” jelas Din. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni