PWMU.CO – Inilah Enam Etika Dakwah Medsos. Kepala Divisi PPUT UMM Agus Supriadi Lc MHI memaparkannya dalam Kajian Lintas Generasi Seri 2, Ahad (12/9/21).
Di Workshop Penulisan Berita Sebagai Sarana Dakwah yang digelar Program Pendidikan Ulama Tarjih (PPUT) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, juga hadir seorang pemateri lainnya, Pemimpin Redaksi PWMU.CO Drs Mohammad Nurfatoni.
Pengertian Istilah
Sebelumnya, Agus menerangkan masing-masing makna istilahnya. Pertama, etika. Ini berkaitan dengan baik atau buruk, serta pengetahuan tentang asas-asas akhlak.
Dalam agama, Agus menerangkan ada istilah adab atau akhlak. “Yang dikategorikan etika, adab, dan akhlak, tinjauannya sikap dan perilaku seseorang, termasuk perkataan dan tulisan,” ujarnya.
Kedua, dakwah. Ini bermakna seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, dan permohonan. Ada ulama yang menafsirkan, usaha menyerukan dan menyampaikan konsep Islam sebagai pandangan dan tujuan hidup bagi manusia.
Tujuannya, menjaga agama, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. “Dalam dakwah, ada visi dan misi yang diusung, yang tidak bisa dilakukan secara sporadis,” ungkap Dosen Hukum Keluarga Islam itu.
Ketiga, media sosial atau medsos yang sangat lekat dengan kehidupan sekarang. “Media sosial adalah salah satu wasilah (perantara), termasuk teknologi informasi dan komunikasi, melalui jaringan internet,” terangnya.
Dakwah, Otomatis Wajib!
Agus menukil surat Ali Imran ayat 104 sebagai landasan dakwah adalah aktivitas wajib yang disematkan secara otomatis kepada kita sebagai umat nabi Muhammad SAW.
Yaitu menyeru umat—diri sendiri dan manusia lainnya—untuk melakukan nilai kebaikan. “Gemar menjalankan hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal yang tidak disenangi Allah SWT,” tuturnya.
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Empat Fungsi Dakwah
Agus memaparkan empat fungsi dakwah. Pertama, edukatif. “Dakwah untuk menyebarkan dan menjaga ajaran agama kita,” ungkapnya.
Kedua, preventif. Dia menerangkan, “Dakwah untuk menjaga, memelihara, melindungi aspek-aspek keagamaan, seperti bagaimana menjaga umat Islam terus bersatu.”
Ketiga, rehabilitatif. Sekiranya nanti ada masalah yang menimpa umat, kata dia, maka bisa dilakukan rehabilitasi. Keempat, korektif, untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan.
Empat Tujuan Dakwah
Pertama, perubahan pendapat. Melalui dakwah, kata Agus, harapannya bisa meluruskan pendapat yang menyimpang.
Kedua, perubahan sikap. Yaitu bagaimana merespon masalah sehingga memunculkan respon positif, bukan negatif.
Ketiga, perubahan perilaku. Yaitu mengarahkan agar amal perbuatannya sesuai dengan standar Ilahi.
Keempat, perubahan sosial. Kata Agus, ini bisa dicapai melalui ketiga perubahan sebelumnya. “Jika sudah tampak di suatu masyarakat, maka perlu dijaga sampai sejauh mana pola pikir baik dan sikapnya sesuai ajaran agama,” jelas dia.
Lima Unsur Dakwah
Agus memaparkan kelima unsur dalam dakwah. Pertama, subjek. Umumnya, individu muslim dan muslimah di mana pun mereka berada wajib berdakwah. Khususnya, dai yang menjadikan dakwah sebagai profesi karena konsisten dan mahir berdakwah.
Ini berlandaskan an-Nahl ayat 125:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
Menurut ahli tafsir, kata Agus, kata perintah pada ayat itu menunjukkan keharusan. “Namun ada perbedaan pendapat apakah keharusan ini bersifat fardhu ain atau fardhu kifayah,” ungkapnya.
Objek Dakwah
Siapa yang harus didakwahi? Secara umum, masyarakat. Jika diklasifikasikan lebih lanjut, tambah Agus, secara sosiologis ada masyarakat pedesaan dan perkotaan. Selain itu, secara struktur kelembagaan ada komunitas di instansi pemerintahan, instansi swasta, dan masyarakat biasa.
Kemudian, usia, di mana objek dakwah bisa mencakup berbagai level usia. Ada pula kultur sosial. “Di daerah pedalaman dan pesisir memiliki kultur sosialnya berbeda-beda,” jelas Agus.
Tak hanya itu, objek dakwah juga bisa dikelompokkan berdasarkan profesi, golongan masyarakat (menengah, berkembang, atas), dan gender. Ada pula kelompok masyarakat yang kritis, mudah dipengaruhi, dan taqlid.
“Bagi dai, jangan sampai putus asa, ada dakwah yang bisa mendapat simpati aktif (merespon dnegan cepat), tapi ada juga yang pasif dan antipati,” ungkapnya.
Materi, Cara, dan Metode
Agus menjelaskan, materi dakwah meliputi akidah, syariah, dan akhlak. Aspek akidah terkait dengan keimanan. Sedangkan syariah bisa mencakup ibadah yang berhubungan dengan Allah SWT (ibadah) maupun sesama manusia (muamalah).
Dia juga menerangkan cara berdakwah. Dulu, secara konvensional melalui lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan perbuatan. Kini, kata Agus, semua itu dirangkum dalam medsos.
Kemudian, dia menyebutkan tiga metode dakwah. Yaitu hikmah, mauidzah, dan mujadalah.
Enam Prinsip Dakwah
Agus menerangkan, ada beberapa prinsip yang perlu diketahui sebelum berdakwah melalui medsos. Pertama, komunikasi tulisan, ucapan, dan perbuatan harus berdasarkan kesabaran dan kebenaran. “Tidak mudah responsif dan cenderung mendahulukan kebenaran yang ada,” tuturnya. Menurutnya, ini sesuai al-Ashr ayat 1-3.
Kedua, mampu mengupayakan filtrasi dalam menerima informasi. Ini sesuai dnegan Dalam bahasa agama, dikenal istilah tabayyun. “Divalidasi, lalu diklasifikasi. Perlu ada hal-hal semacam itu,” ungkapnya. Ini sesuai al-Hujurat ayat 6.
Ketiga, dalam berdakwah di medsos, menghindarkan saling menghina, merendahkan, atau mengolok-olok pihak lain karena perbedaan. Menurutnya, inilah prinsip asasi.
Keempat, berupaya menggunakan bahasa yang baik, sopan, dan santun dalam setiap media yang kita gunakan. Selain itu, juga sarat nilai kebenaran yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah.
Kelima, bebas dan bertanggung jawab. “Apa yang kita produksi lalu syiarkan harus bisa dipertanggungjawabkan,” imbaunya.
Ini, tambahnya, sesuai dengan al-Israa ayat 36. “Karena semua yang kita dengar dan lihat akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, ” terang Agus.
Keenam, nilai-nilai tulisan berita yang kita produksi harus memiliki nilai objektivitas dan kejujuran. “Harus memiliki nilai-nilai amanah yang kita perjuangkan!” tegasnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni