SPEAM, Spirit Kebangkitan Sekolah Muhammadiyah oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Dalam dekade terakhir sekolah-sekolah Muhammadiyah didera gelombang disrupsi yang menuntut sikap adaptif dan kompetitif.
Adaptif dalam arti harus mampu menyesuaikan perubahan. Juga secara cepat mengadopsi nilai-nilai dan cara-cara baru yang tidak jarang jauh berbeda.
Sekolah-sekolah baru bermunculan dengan tawaran inovatif, mendorong sekolah Muhammadiyah bangkit menghadapi pencerahan dunia pendidikan ini.
Menghadapi kondisi ini, beberapa Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) mengambil jalan seperti kembali ke asal. Yaitu berlomba-lomba mendirikan pondok pesantren.
Belum jelas benar, apakah sikap ini diambil dengan pertimbangan matang disertai kesiapan sarana prasarana dan resource memadai. Atau sekadar aji mumpung. Ikut-ikutan secara instan meniru PDM lain pesantrennya sudah maju.
PDM Kota Pasuruan sejak tahun 2015 berusaha mengatasi jumudnya lembaga pendidikan dengan mendirikan Sekolah Pesantren Entrepreneur Al Maun Muhammadiyah yang populer disebut SPEAM.
Embrio SPEAM diawali dari kepindahan SMP Muhammadiyah yang semula berlokasi di Perkantoran PDM Kota Pasuruan di tengah kota ke lokasi baru di Kecamatan Gadingrejo.
Langkah ini awalnya untuk mengantisipasi habisnya siswa yang dari tahun ke tahun menurun kuantitas dan kualitas.
Kini SPEAM telah menjelma menjadi pesantren mandiri dan membidik calon santri dari pelosok tanah air. SMP Muhammadiyah turut terkerek kembali dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat setelah home base-nya dikembalikan ke tempat semula.
Menarik dicermati apa yang istimewa dari SPEAM dan bagaimana PDM berusaha keluar dari turbulensi lembaga pendidikannya.
Prestasi Santri
Alhamdulillah, dalam usia relatif muda, 6 tahun, SPEAM berhasil mengantarkan dua santrinya melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Mesir dan Turki setelah ikut proses seleksi.
Kedua santri hebat itu adalah Sayyidah Azra Azizah mengambil Jurusan Sejarah Seni di Universitas Ankara, Turki dan Arrum Jihan Nuridha Jurusan Ushuluddin di Universitas al-Azhar, Mesir.
Keberhasilan dua santri itu tidak lepas dari capaian mereka selama mondok di SPEAM selama 6 tahun. Mulai SMP hingga SMA. Selama kurun waktu itu, mereka tekun menghafal ayat demi ayat al-Quran di sela belajar sehari -hari di sekolah formal yang menginduk kepada pesantren SPEAM melalui program tahfidh.
Prestasi itu merupakan rangkaian prestasi-prestasi sebelumnya yang telah diraih SPEAM di bidang akademik dan non akademik.
Pesantren Masa Depan
Secara formal pendidikan SPEAM memadukan antara kurikulum nasional dan kurikulum Pesantren Muhammadiyah. Sebagai lembaga pendidikan berbasis pesantren murni, maka nilai tambah harus kuat dan menginspirasi kehidupan para santri di pondok pesantren.
Materi tambahan diwajibkan untuk dikuasai santri misal, tahfidh al-Quran. Penerapannya tetap mempertimbangkan bakat, minat, dan potensi setiap santri. Tahfidh al-Quran merupakan salah satu unggulan.
Unggulan lainnya adalah Bahasa Inggris, Arab, dan Entrepreneur. Penguasaan dua bahasa asing itu tuntutan kebutuhan sejak tahun 2018.
Entrepreneur adalah satu paket dalam target keluaran dan capaian yang menjadi trade mark atau market goal dari pesantren ini sejak awal pendiriannya. Karena itu enterpreneur melekat dalam nama sekolah. Menjadi proyeksi pesantren masa depan.
Keunggulan
Gambaran di atas bisa dimaknai, SPEAM diproyeksikan sebagai pesantren berbasis al-Quran yang memadukan unsur kecakapan bahasa dan kewirausahaan.
Secara strategis tuntutan terhadap penguasaan itu menjadikan ketiga materi sebagai faktor diferensiasi dari Pesantren Muhammadiyah maupun non Muhammadiyah lainnya.
Arah dan orientasi ketiganya dideskripsikan bahwa out put SPEAM adalah terwujudnya kepribadian muslim yang memiliki penguasaan al-Quran dan kemampuan entrepreneur dengan bahasa sebagai instrumen pendukungnya.
Dengan bahasa yang agak filosofis, al-Quran, dan entrepreneur merupakan ontologinya. Sedangkan bahasa (di samping kemampuan lain seperti literasi dan IT) adalah bagian epistemologinya.
Itu sebabnya dalam kurikulum dan pelaksanaannya baik al-Quran maupun entrepreneur berkelindan bersama aktivitas santri sehari hari dalam proses pembelajaran intra dan ekstrakurikuler.
Bisa dibayangkan betapa padat dan ramainya aktivitas santri di dalam pondok bersimbol matahari ini.
Integrasi Kurikulum
Kesibukan aktivitas konten khas pondok bukan satu- satunya yang dialami santri. Ada konten lain yang juga menjadi materi penting di SPEAM. Yaitu kurikulum Diknas dan LPP (Lembaga Pengembangan Pesantren) PP Muhammadiyah.
Kurikulum Diknas adalah tuntutan wajib sebagai sekolah formal jenjang SMP dan SMA. Sementara kurikulum LPPM adalah konten pesantren yang menjadi tuntutan wajib dalam naungan Kemenag.
Ini berarti sebagai lembaga pendidikan formal SPEAM mengintegrasikan kurikulum Diknas dan pesantren dalam satu kesatuan struktur. Integrasi kurikulum dan kekhasan pesantren memperkuat ciri dan diferensiasi SPEAM dari pesantren lain karena konten-konten ini harus tertransformasikan secara bersama.
Ada pesantren yang berbasis sekolah dengan kurikulum utama Diknas. Santri hanya mondok atau berasrama. Inilah model pesantren yang sering dikenal dengan boarding school.
Ada pula pesantren yang basis utama agama dengan kurikulum Diknas sebagai tambahan untuk sekadar mendapatkan ijazah formal setingkat SMP maupun SMA. Pesantren seperti kebanyakan abai dengan capaian kurikulum Diknas.
”Itu hanyalah urusan dunia,” kata mereka. Pesantren-pesantren bergenre salafiyah rata-rata mengadopsi model ini.
Di SPEAM semua konten kurikulum sama penting dan utama ditambah kekhasan pesantren. Not just pesantren but the real pesantren. Karena itu santri SPEAM benar-benar dididik dan diarahkan kepada pola kehidupan pesantren dengan keseluruhan karakter kepesantrenan seperti kemandirian, kepemimpinan, ikhlas, sederhana, tawadu’, berjiwa jihad, sikap sosial, berpikiran terbuka dan berwawasan global.
Alhamdulillah dalam tiga tahun terakhir penampilan dan capaian SPEAM sudah menunjukkan kalau arah dan orientasi SPEAM is on the track. (*)
Editor Sugeng Purwanto