PWMU.CO – Bisakah Anda membayangkan, guru di sekolah Metropolitan bergaji Rp 100 per bulan? Tapi itulah yang pernah terjadi di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 23 Buntaran, Kecamatan Tandes, Surabaya.
Pada tahun 2013, madrasah ini pernah membuat kebijakan keuangan dengan memanfaatkan uang SPP dari siswa: berapapun dapatnya akan dibagi secara merata. Karena didasari rasa ikhlas, maka mereka pun berprinsip, “Andai kita ini dibayar Rp 1 Juta per bulan–meski pada kenyataannya hanya dibayar Rp 100 ribu–maka anggaplah kita berinfaq Rp 900 ribu per bulan.”
“Di sekolah inilah kami diajarkan untuk ikhlas dengan cara menghidupi Muhammadiyah lewat sekolah. Karena Allah Maha Kaya, maka kami berani ‘berinfaq’ lebih besar dari belanja,” ungkap Dzul Fanny SThI, kepala sekolah, kepada pwmu.co, Selasa (20/12).
Dzul bersyukur, bahwa kini gaji para guru bukan lagi Rp 100 ribu per bulan. “Sekarang gaji terendah Rp 200 ribu,” tuturnya. Meski termasuk masih sangat minim–dibanding UMK Kota Surabaya 2016 sebesar Rp 3.045.000 dan naik Rp 200 per bulan pada tahun 2017—tapi bagi MI Muhammadiyah ini sudah termasuk kemajuan.
Baca juga: Gaji Guru Muhammadiyah Rp 400 Ribu, Ketua PWM pun Menangis Haru
Berdirinya madrasah yang letakknya terjepit oleh deretan pabrik dan pergudangan di kawasan Margomulyo ini berawal dari upaya 3 tokoh Buntaran yaitu H Munaji Ali, H Aminun dan H Karsidi. Mereka mewakafkan tanah seluas 2.800 m2 untuk lahan madrasah. Maka berdirinya MI Muhammadiyah 23 Surabaya di Buntaran, tahun 1973.
Dzul menuturkan, pemikiran mendirikan madrasah muncul, karena banyak anak–anak warga yang bersekolah jauh di luar Buntaran. Setelah MI berdiri, 3 tahun kemudian (1976), barulah berdiri TK ABA 29. Bersambung ke halaman 2 …