PWMU.CO – Din Syamsuddin: Covid-19 Reda, Dunia Hadapi Masalah Besar Baru. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015 itu menyampaikannya saat hadir di Gerakan Subuh Mengaji Aisyiyah Jawa Barat yang digelar Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Barat, Ahad (7/11/2021) pagi.
Kegiatan dimulai dengan membaca Quran yang qari dan saritilawahnya dari siswa Muhammadiyah Boarding School (MBS) Syamsul Ulum, Jamjam Jati Munggaran dan Fakhri Muhammad Khoirul M. Mereka membaca al-Anfal 62-64.
Di hadapan lebih dari 300 jamaah Zoomiyah—meminjam istilah sang moderator H Jamjam Erawan untuk menyebut jamaah yang hadir virtual di platform Zoom itu—Din Syamsuddin mengucap tahniah, “Selamat dan mabruk kepada PWA Jawa Barat, telah menyelenggarakan Gerakan Shubuh Mengaji yang telah berlangsung 1 tahun.”
Menurutnya, itu suatu anugerah sekaligus prestasi karena banyak jamaah yang berminat. Di awal pemaparannya, Din mengajak tetap optimis atas apapun musibah dan tantangannya. “Kita dituntut mentrasnformasi tantangan menjadi peluang!” tuturnya.
Covid-19 Cukup Reda
Dalam kunjungannya ke Jerman sebulan yang lalu untuk menghadiri konferensi para tokoh agama dunia, Din melihat banyak masyarakat tidak memakai masker baik di restoran maupun di jalan. “Tapi dalam ruang pertemuan dengan peserta dari berbagai negara itu, disarankan pakai masker,” tambah lulusan University of California Los Angeles (UCLA) itu.
Dari yang dia baca, ada gelombang Covid-19 baru di Belanda dan Jerman, terutama pada kalangan yang menolak vaksin. Tapi Din mengajak ber-tabayyun.
Din sebenarnya bersyukur angka positif Covid-19 di Indonesia cukup mereda. Level PPKM yang pemerintah tentukan juga sudah menurun. Walau demikian, dia mengimbau agar semua pihak tetap waspada.
Keputusan Penting Mahkamah Konstitusi
Din lalu membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) (baca detik.com) terhadap gugatan dari sejumlah tokoh dan organisasi, termasuk dirinya. “Bahkan saya memimpin Koalisi Masyarakat Penegakan Kedaulatan (KMPK) yang mengawal yudisial review gugatan terhadap Mahkamah Konstitusi,” ungkap Din.
Awalnya, mereka menggugat Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang diajukan presiden tentang pengaturan anggaran dalam situasi kedaruratan. Tapi kemudian menjadi undang-undang (UU), sehingga dia ikut menggugat. “Karena UU Nomor 2 Tahun 2020 mengambil fungsi DPR terkait penganggaran!” tegasnya.
Biasanya presiden mengajukan RAPBN bersama pidato kenegaraan. Lalu membahasnya berbulan-bulan bersama DPR. Baru disepakati UU APBN. “Tapi kenyataannya, kemarin eksekutif mengambil alih dengan dalih situasi kedaruratan,” ungkap Wakil Ketua Dewan Penasihat ICMI Pusat periode 2005-2010 itu.
Ada keputusan MK yang menurutnya penting, “MK menyetujui sebagian gugatan kami dan menyatakan suasana situasi kedaruratan itu hanya berlangsung dua tahun. Setelah itu tidak boleh lagi dianggap darurat!”
Sejak kapan terhitung dua tahun? Din menerangkan, sejak mulainya Covid-19 di Indonesia, 31 Maret 2020 atau sejak ada undang-undang itu. Maka Din menekankan, per 1 Maret 2022 itu akhir masa kedaruratan.
“Pemerintahan tidak boleh lagi berdalih darurat sehingga bisa mengotak-atik anggaran. Apalagi anggaran sekian ratus triliun yang digunakan untuk Covid-19 lewat Kementerian Kesehatan tidak besar, masih besar stimulasi ekonomi dan lainnya,” terang Din.
Masalah Besar Baru
Dia yakin, atas anugerah Allah SWT, ketika pandemi pergi maka kita segera menyongsong the new normal (masa normal baru). “Peradaban dunia yang berlangsung selama berabad-abad terakhir ini luluh-lantak, paling tidak mengalami stagnasi, khususnya dalam bidang ekonomi,” ungkapnya.
Din mengatakan, ketika para ahli ekonomi membuat peta dunia dari perspektif mereka, mereka menandai stagnasi (ekonominya berhenti sebagai dampak pandemi) dengan tanda merah. “Seluruh belahan dunia di globe itu bertanda merah!” ujarnya.
Tidak hanya ekonomi yang terdampak, Din menerangkan ada dampak pada bidang politik juga, “Hegemoni negara, negara-negara atau rezim-rezim yang merasa adikuasa banyak yang juga tidak berkutik dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.”
Selain itu, dampak pada bidang sosial budaya, lanjut Din, tampak mempengaruhi persepsi dan kesadaran manusia yang berujung pada perubahan corak hidup. Dunia sekarang menurutnya ingin lepas dari musibah pandemi Covid-19.
Tapi Din sepakat dengan pernyataan mantan Wapres Jusuf Kalla yang ternyata para tokoh dunia juga sedang ramai membahasnya. “Akan ada musibah yang lebih besar lagi, tentang momok pemanasan global dan perubahan iklim,” ujarnya.
Dengan pemanasan naik sekitar tiga derajat akibat emisi gas kaca meningkat, akhirnya terjadi pencairan salju di kutub utara dan selatan. Akhirnya, terjadi banjir bandang di mana-mana.
“Terakhir, kita saksikan banjir bandang di Kota Batu, Jawa Timur. Sungai Brantas yang melintasi Kampus Universitas Muhammadiyah Malang itu sudah luar biasa, begitu juga di Jawa Barat,” kata Din.
Dalam kesempatan itu, Din Syamsuddin mengajak tetap optimis dan menerangkan kontribusi yang sudah maupun yang akan Muhammadiyah lakukan dalam membangun peradaban baru. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post