PWMU.CO – Agama tidak boleh dicampuradukkan dengan kebudayaan lokal disampaikan Khotimatun Nisak dalam Kajian Komunitas Menulis Pena Perajut Aksara (PPA), Ahad (14/11/21).
Dalam kegiatan yang diadakan di Perumahan Kraton Residence Krian, dia menekankan pemahaman akidah. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat umum yang belum memahami definisi aqidah dengan benar, terutama dosa syirik.
“Syirik merupakan dosa paling besar yang tidak akan diampuni Allah, di atas dosa-dosa lain. Apabila seseorang selalu bersedekah, berbuat baik pada sesama, namun menyeketukan Allah, maka terhapuslah seluruh pahala kebaikannya,” paparnya.
Dia memaparkan masih ada masyarakat yang mencampuradukkan ajaran agama dengan kebudayaan lokal, sehingga lahirlah sebutan Islam Nusantara.
Masyarakat, lanjutnya, menormalisasikan hal itu. Padahal tidak ada hukum tertulis di dalam al-Quran atau as-Sunnah. Secara tidak sadar, perilaku bidah berkembang di kalangan luas.
Pengesaan Allah
Dalam kajian ini, Khotimatun Nisak juga membedah ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan pengesaan Allah.
“Seperti dalam an-Naas ayat 2 yang tertulis bahwa hanya Allahlah Raja yang paling berkuasa, di atas raja-raja lain di dunia,” tuturnya.
Selain itu, sambungnya, dalam surat az-Zariyat ayat 56 yang menyebutkan bahwa Allah tidak menciptakan manusia selain untuk beribadah kepada-Nya. Jika diibaratkan, lanjutnya, dunia adalah satu, sementara akhirat adalah sembilan puluh sembilan.
“Kita sebagai makhluk Allah yang diberi akal sebagai kelebihan, abdikan diri kita untuk meraih akhirat, bukan terfokus pada hal-hal bersifat duniawi.”
Pemahaman Akidah Islam
Ketua Komunitas PPA, Azizah Indah Karsari mengungkapkan kajian semacam ini diadakan untuk memenuhi kebutuhan menambah ilmu dengan nuansa yang sama terhadap pemahaman aqidah Islam.
“Tidak menutup kemungkinan menerima peserta dari luar komunitas,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan founder PPA, Maria Nur Luthfiah. Dia mengatakan kajian ini menjadi wujud hablum minannas. Saling menasihati dalam hal kebaikan dan mempererat silaturahmi.
“Insyaallah, kajian ini akan menjadi kegiatan rutin yang diadakan setiap hari Selasa pada Ahad pekan pertama dan ketiga perbulan. Dengan kajian ini diharapkan bisa membuat setiap peserta belajar mengkaji al-Quran.
“Selain itu juga bisa memahami ajaran dan menjadi hamba-Nya yang bertakwa, serta menjaga jalinan tali persaudaraan,” tandasnya. (*)
Penulis Sekarayu Faradi Susilo. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.