PWMU.CO – Retorika dakwah perlu dikuasai mubalighat Aisyiyah. Hal itu diungkapkan oleh Dosen Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) Noor Amiruddin MAg.
Dia menyampaikannya saat menjadi pemateri pada acara Corp Mubalighat Aisyiyah (CMA) yang digelar oleh Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik, Ahad (21/11/2021). Sebagai tuan rumah Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Wringinanom dan kegiatan dilaksanakan di Aula Panti Asuhan Al-Ihsan Wringinanom Kabupaten Gresik.
Menurut Noor Amiruddin berkata yang baik merupakan salah satu bentuk dakwah. Berdakwah yang menarik harus mempunyai seni.
“Perhatikan al-Quran surat Fussilat ayat 33 yang maknanya ‘Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan kebaikan dan berkata sungguh aku termasuk orang-orang muslim yang berserah diri,” sitirnya.
Retorika, lanjutnya, berasal dari bahasa Yunani artinya rhetor, orator, seni atau balaghoh. Maknanya kecakapan berpidato di depan umum.
“Artinya mengucapkan kata yang tersusun dalam kalimat kepada seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu. “Berbicara adalah kemampuan yang diberikan Allah kepada manusia. Jika ingin penyampaiannya dipahami, butuh ketrampilan bahasa yang halus dan mudah dimengerti,” ungkapnya.
Sedangkan dakwah, sambungnya, berasal dari bahasa Arab da’a, yad’u, dakwatan. Artinya mengajak kebaikan. Dakwah itu mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dan itu tiada kata putus selama manusia masih hidup.
“Jadi retorika dakwah adalah cara menyampaikan pesan, pidato, ceramah, nasehat terhadap orang lain melalui seni berbicara agar pesan dakwahnya dapat disampaikan dengan baik,” ujarnya.
Rukun Pidato
Dia menerangkan ada empat rukun dalam berpidato. Pertama menentukan tema. Tema merupakan salah satu materi yang harus dipilih sebelum membuat naskah pidato.
“Kedua adalah menentukan lama pidato. Ini wajib diperhatikan, agar saat penyampaian tidak molor atau terlalu cepat. Ingat rumus satu menit 150 kata,” jelasnya.
Rukun ketiga, lanjut Noor, adalah susunan kerangka pidato. Berisi salam pembuka, pendahuluan, isi atau materi pidato, simpulan dan penutup. Pendahuluan berisi puji syukur dan sholawat dan sisipi dalil al-Quran atau hadits sebagai landasan.
“Dan ingat waktu bersholawat hindari kata sayyidina. Ini karena dalam putusan Tarjih dan Tadjid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sangat jelas. Selanjutnya beri penghormatan dimulai dari yang tertinggi dan seterusnya,” terangnya.
Dia mencontohkan Nabi Muhammad dalam berdakwah menggunakan doa sebelum ceramah. Ini agar dimudahkan untuk mengucapkan kata dan menghindari ucapkan yang tidak bermanfaat. Serta meningkatkan rasa percaya diri bahwa pendakwah selalu didampingi Allah.
“Keempat adalah mengembangkan kerangka. Ini dilakukan dengan menguraikan pokok masalah menjadi kalimat ke paragraf yang saling berhubungan, bukan terputus,” ujarnya.
Unsur-unsur Retorika Dakwah
Pria kelahiran 1978 ini juga memaparkan ada empat unsur retorika dakwah. Pertama adalah subyek, yaitu orang yang menyampaikan pidato harus mempunyai kemahiran dan kelancaran berbicara.
“Kedua adalah obyek. Yakni orang yang menerima (audience) yang berusaha mengetahui apakah tujuan dan keadaan ideal seseorang dalam kehidupannya,” urainya.
Ketiga, lanjutnya, adalah materi. Yaitu apa yang disampaikan atau diekspresikan seorang pembicara yang merupakan hasil ide, gagasan yang diwujudkan dalam bentuk suara.
“Unsur keempat adalah metode. Yakni menyampaikan materi segar kekinian yang menarik hadirin dan sesuai kebutuhan. Berikan ilustrasi klasik atau kontemporer untuk mendukung pesannya. Dan bisa memberikan solusi suatu permasalahan yang dihadapi umat,” paparnya.
Sesuaikan, sambungnya, tingkat gaya bahasa dengan audience. Karena pendakwah bisa gagal dan ditolak jika tidak memperhatikan kadar intelektual audience.
“Sertakan argumen kuat dari al-Quran dan hadits. Dan harus memperhatikan waktu. Sebaik-baik pembicaraan itu yang pendek dan efektif dan seburuk-buruk pembicaraan yang panjang dan bertele-tele,” tegasnya.
Retorika Dakwah Nabi Muhammad
Dia menambahkan sifat nabi dalam berdakwah. Diantaranya mengajak kebenaran, menyampaikan dengan halus dan lembut, berbudi pekerti yang mulia.
“Dan mempunyai empat sifat siddiq, fathanah, amanah dan tabligh. Serta Nabi Muhammad adalah orang yang pemaaf,” tuturnya.
Kesalahan Dalam Berpidato
Noor menjelaskan beberapa kesalahan dalam berpidato. Pertama ekspresi wajah yang tidak menggembirakan. Wajah merengut dan tidak pernah senyum membuat audience bosan. Dan kebablasan dalam berhumor juga tidak baik.
“Kedua, isi materi mencela atau menghina dan tidak fokus pada tujuan. Serta cara beristidlal dalil maupun haditsnya diputus tidak utuh,” pesannya. (*)
Penulis Kusmiani. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.