PWMU.CO – Belajar Agama di Google Sulit Bedakan yang Hak dan Hoaks. Prof Dr Abdul Mu’ti MEd menyampaikan itu dalam perayaan Milad Ke-109 Muhammadiyah yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Sabtu (27/11/21).
Sebelum menyatakan itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menjelaskan tiga cara menghadapi era disrupsi. Pertama yang dilakukan adalah menguasai teknologi. Kedua menkonstruksi teologi. “Dasar keagamaan harus kita miliki,” tuturnya.
“Ketiga adalah melihat trend dunia ke depan kayak apa,” ujarnya di Aula Mas Mansur Gedung Muhammadiyah Jatim, Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya. Acara juga disiarkan melalui Zoom dan streaming YouTube.
Dia memaparkan, pada era digital ini kita pola membaca teks harus berubah. Tafsir harus kita kembangkan. Era ini tidak bisa ditarik atau kita tolak. Kita harus memiliki orientasi ke depan. Untuk itu, teknologi harus dikuasai dengan baik.
“Kita tidak boleh gagap. Di sisi lain teknologi memiliki keterbatasan, manusialah yang harus mengendalikannya,” tuturnya.
Landasan Moral
Dalam acara bertajuk Mendinamisasi Muhammadiyah Era Digital Distruption, Prof Mu’ti menjelaskan disrupsi akan berakibat kalau tidak didasari dengan landasan moral. Maka, di sini fungsi guru dan ustadz masih sangat penting dalam memberikan nilai pada sisi moral keagamaan.
“Semua orang bisa belajar di Google untuk mengerti tentang agama, tetapi tidak bisa membedakan mana yang hak dan hoaks. Maka, fungsi dan kehadiran mentor agama sangat perlu,” tegasnya.
Di sini, lanjutnya, pentingnya kehadiran guru sebagai orang yang alim, punya ilmu untuk go online, sehingga orang bisa untuk akses ilmunya.
Baca sambungan di halaman 2: Ruang Kosong Aspek Kehidupan