PWMU.CO – Momentum pergantian tahun seringkali diisi dengan kegiatan yang mubazir, bahkan cenderung hura-hura penuh kemaksiatan. Padahal, sebenarnya, pergantian tahun miladiyah juga bisa menjadi peristiwa berharga dalam memaknai hidup.
(Baca: Memaknai Tahun Baru dengan Religiusitas Keislaman, Pesan Ketua PW Muhammadiyah Jatim Sambut 2017)
Untuk mengambil hikmah pergantian tahun 2016 menuju 2017 itu, wartawan PWMU.CO Ferry Yudi AS mewawancarai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabya Dr Mahsun Jayadi MA. Wawancara dilakukan di sela-sela survey gedung baru yang akan dijadikan Kantor PDM Kota Surabaya, Jumat (30/12) Berikut petikannya.
PWMU.CO: Apa makna pergantian tahun miladiyah ini Pak?
Mahsun: Mari kita jadikan pergantian tahun sebagai momentum refleksi amaliah keseharian kita. Bahwa, seyogyanya aktifitas keseharian kita selalu dinamis dan terukur. Dinamis berkaitan dengan inovasi dan pengayaan wawasan sehingga hidup ini menjadi semangat dan selalu memandang jauh ke depan.
Terukur berkaitan dengan sikap prosedural dan ketaatasasan. Hidup mesti teratur. Dan beramal shaleh artinya tepat sasarannya, berdaya guna, dan berhasil guna. Istilah sekarang: ilmu amaliah, amal ilmiah.
Maka akhir tahun bisa sebagai ajang refleksi, apakah perilaku keseharian sudah masuk dalam kategori itu atau belum? Kalau sudah maka tahun baru merupakan momentum peningkatan kuantitas dan kwalitas amaliah kita. Jika belum, maka tahun baru merupakan momentum perubahan orientasi ke arah kebaikan.
(Baca juga: Jelang Tahun Baru 2017: Penjelasan Ilmu Kedokteran Kenapa Ber-Terompet Ria Tidak Baik untuk Kesehatan dan Jelang Pergantian Tahun Baru Masehi: Hantu Degradasi Moral dan Pola Hidup Boros)
PWMU.CO: Adakah nilai spiritual yang bisa diambil?
Mahsun: Pergantian tahun bisa sebagai momentum kontemplasi spiritualitas. Maksudnya, bahwa berada di akhir tahun merupakan kesempatan melakukan perenungan masing-masing pribadi. Adakah nilai religiusitas kita semakin meningkat ataukah malah semakin menurun.
Dalam bahasa Nabi Muhammad SAW: man kaana yaumuhu khoirun min amsihi fahuwa roobihun (barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin maka dialah orang yang beruntung). Kesalehan kita bukan hanya secara vertikal teologis kepada Allah SWT. Tetapi pada saat yang sama harus memiliki kesalehan horizontal sosiologis sesama makhluk.
Kedua momentum tersebut di atas menjadi entri point bagi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara dalam bingkai Islam berkemajuan. (*)
Discussion about this post