PWMU.CO– Tiga teologi Muhammadiyah dikupas dalam Pengajian Sang Fajar Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Tambaksari di Masjid Sholihin Jl. Tambak Segaran 52-54 Surabaya, Ahad (16/1/2022).
Hadir sebagai pembicara di pengajian yang dikoordinasi Majelis Tabligh PCM Tambaksari ini Wakil Ketua PWM Jatim Prof Dr Biyanto.
Tiga teologi Muhammadiyah yang diulas Prof Biyanto adalah Teologi al-Ashri tentang waktu, Teologi al- Maun tentang kesetiakawanan sosial, dan Teologi al-Insyirah tentang optimisme dalam menjalani hidup.
Menurut Ustadz Biyanto, Teologi al-Ashri mengajarkan kepada kita tentang pentingnya menghargai waktu dalam kondisi apapun.
”Semisal rapat, sudah ditentukan waktunya pukul 07.00 – 08.30. Jangan menulis 07.00 – Selesai, karena kalau ditulis sampai dengan selesai, menjadi sangat tidak jelas kapan rapat berakhir. Harus dibatasi supaya pembicaraan efektif,” kata Ustadz Biyanto yang juga dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.
Dia menekankan, rapat harus dimulai berapapun jumlah yang hadir, sehingga kita mendidik orang untuk menghargai waktu. Membiasakan orang datang tepat waktu sesuai undangan.
Teologi al-Maun, Ustadz Biyanto menjelaskan, mengajarkan kepada kita untuk selalu tolong- menolong kepada sesama. Pandemi Covid-19 menjadi sarana untuk memperkuat kesetiakawanan sosial tanpa memandang asal usul.
”Ajaran filantropi menjadi sangat menonjol sebagai bentuk pengamalan ajaran agama, karena apapun kebaikan yang kita lakukan akan kembali kepada kita juga. Menjadi pribadi yang luman, nyah nyoh, menjadi sangat penting, karena nilai balasannya kembali ke kita,” tandasnya.
Kalaupun tidak dalam bentuk uang, sambung dia, maka ganjaran yang kita rasakan dapat berupa keluarga sehat, anak-anak taat, selalu diberikan kemudahan, urusan selalu lancar, dan sebagainya.
Sedangkan Teologi al-Insyirah, dia menerangkan, mendidik kita untuk menatap kehidupan dengan segala permasalahannya itu harus dengan prinsip optimistik.
Di awal surat al-Insyirah mengupas tentang beban kehidupan karena mengemban tugas dakwah. Dada terasa sesak karena beban tugas seperti memberatkan punggung. Tapi yakinlah bahwa Allah bakal melapangkan dada kita dan meringankan beban berat kehidupan.
Sebab Allah menyebutkan fainna ma’al usri yusro inna ma’al usri yusro. Maka bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Setiap menghadapi kesulitan, maka temukanlah kemudahan yang selalu menyertai.
Ustadz Biyanto menerangkan, kehidupan di dunia ini selalu beriringan dan berpasangan serta berputar seperti ada siang, ada malam. Kadang di atas, kadang juga di bawah, sehingga tidak perlu pesimistis, khawatir apalagi sampai bunuh diri.
”Asas pergiliran sudah pasti sebagaimana hari-hari digilirkan di antara manusia, sehingga tidak perlu sampai meratapi nasib,” katanya.
Dia mencontohkan dalam pandemi banyak nilai yang bisa diperoleh hikmahnya. Misalkan kesedihan, kesabaran, dan ketangguhan. Kesedihan selalu diiringi nilai kebalikan, seperti menangis memiliki nilai tentang fungsi mata dan hati.
”Segala apapun yang terjadi di dunia, ada nilai atau hikmah yang ingin disampaikan oleh Allah kepada manusia, agar selalu menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah setelah dilakukannya ikhtiar oleh manusia,” tuturnya.
Seperti kondisi dan situasi genting karena pandemi Covid-19, maka berlaku longgar seperti shaf shalat renggang, shalat Idul Fitri di rumah. Makna di balik itu semua, kehangatan keluarga menjadi terasa. Suami belajar mengaji dan menjadi imam shalat.
Pandemi, sambung dia, harus dimaknai secara positif agar kita dalam menjalani hidup tetap selalu optimistis dan tidak rapuh dalam menjalaninya. (*)
Penulis MS Suwaiby Editor Sugeng Purwanto