PWMU.CO – Sekitar dua dasawarsa lalu, para ahli masa depan telah meramalkan bahwa akan datang sebuah era yang ditandai oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pada era tersebut, pola kehidupan dan pergaulan antarmanusia akan mengalami perubahan drastis. Semua orang bebas mengakses dan menyebarkan aneka informasi. Mulai dari informasi yang membangun hingga yang merusak.
Hal-hal yang semula dianggap tabu, pada era itu bebas dilakukan siapa saja; dari anak-anak sampai dewasa. Kini, era yang dimaksud sudah ada di tengah-tengah kita. Demikian kata Nadjib Hamid dalam Pengajian Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Sidoarjo, di Aula Lantai 3 Gedung Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, (30/12).
(Baca: PWM Ajak Ngaji Online Jamaah Muhammadiyah Laren dan Doa Situs On Line Masuk Surga)
“Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi bagai pisau bermata dua. Bisa membawa manfaat dan bisa membawa madharat, tergantung manusianya. Tapi yang pasti, era ini benar-benar telah mengubah gaya hidup,” ujar Nadjib.
Ia mencontohkan, sekarang orang bisa jualan barang tanpa harus punya toko. “Cukup jualan via online saja,” katanya. Tanpa punya kendaraan dan tempat parkir, tutur Nadjib, orang kini bisa berbisnis jasa transportasi. Seperti yang dilakukan Gojek atau Uber.
(Baca juga: Situs PWMU.CO, Helluk, dan Budaya Tabayun dan Muhammadiyah Jatim Lahirkan Mujahid Digital)
“Akibat kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi pula, kita tidak bisa lagi melarang anak-anak nonton film porno dan sejenisnya dengan cara-cara lama, karena filmnya sudah ada di tangan masing-masing,” jelas mantan Komisioner KPU Jatim ini.
Kemajuan TIK juga berpengaruh pada hubungan keluarga. “Yang jauh bisa jadi dekat, tapi sebaliknya yang dekat bisa jadi jauh,” tuturnya mengilustrasikan sepasang suami istri dalam satu kamar, tapi masing-masing sibuk chatting dengan orang lain.
(Baca juga: Jihad Digital untuk Menebar Kebaikan di Dunia Maya dan Muhammadiyah Jatim Lahirkan Mujahid Digital)
Dengan mengutip Surat Al-Hujurat ayat 6, Wakil Ketua Pimpian Wilayah Muhammadiyah Jatim itu mengingatkan agar di tengah derasnya arus informasi ini, semua fihak tetap memegangi prinsip tabayun, supaya tidak ada yang jadi korban dari penyebaran informasi hoax atau palsu. “Ayat tersebut menjadi landasan etik jurnalistik. Jangan gampang menyebarkan informasi yang didapat dari orang lain, karena boleh jadi isinya hoax, fitnah, atau bahkan faham keagamaan yang bertentangan dengan keyakinan kita,” ingatnya. Baca sambungan di halaman 2: Nadjib menengarai …