Lima Landasan Ekonomi Islam Menurut Rektor IAI Tazkia, Laporan Mohamad Su’ud, kontributor PWMU.CO Lamongan.
PWM.CO – Berbicara tentang ekonomi Islam, bukan sekadar kajian normatif. “Kami sudah mempraktikkan kepada para mahasiswa di IAI Tazkia.”
Demikian paparan yang disampaikan oleh Assoc. Prof Dr Murniati Mukhlisin M Acc CFP dalam Kuliah Online Islamisasi Kurikulum di Kampus Islam yang diselenggarakan oleh International Intitute of Islamic Thought (IIIT), Kamis (10/2/2022).
Rektor Institut Agama Islam (IAI) Tazkia, Sentul, Bogor, Jawa Barat ini membahas tema Islamisasi Keilmuan dalam Ekonomi Islam. Dia menguraikan lima nilai dasar ekonomi Islam.
Nilai pertama adalah ketauhidan. Menurut Murniati, konsep ketahuidan dalam Alquran banyak disebutkan. “Yang paling kita kenal langsung adalah surat al-Ikhlas.,” ujarnya.
Ayat ini menerangkan dengan sangat sangat jelas bahwa semua yang ada di langit dan di bumi Allah mengetahuinya.
“Apa yang kita sembunyikan akan menjadi satu perhitungan. Konsep ini harusnya ketika kita menuliskan buku-buku teks atau mengajarkan mahasiswa itu ditanamkan terus dari waktu ke waktu,” tandasnya.
Untuk menguji apakah di sekolah kita nilai ini sudah terintegrasi kepada siswa, Murniati mengajak mengetes mereka. “Bagaimana ketika ujian ada enggak yang nyontek. Kalau masih ada yang nyontek itu dipermasalahkan ketauhidannya,” tegas wanita yang sudah mengabdi 20 tahun di IAI Tazkia ini.
Nilai kedua, lanjut Murniati, konsep kenabian. Di mana hubungan antara para nabi dengan Allah, yang dapat perintah Allah menyampaikan kabar gembira, kabar sedih, dan peringatan.
“Termasuk, para nabi juga menyampaikan konsep-konsep dalam ekonomi Islam. Di dalam praktiknya tidak ada perbankan dulu itu, sistem ekonomi Islam itu dibentuk dari bagaimana Rasulullah shalla sallam mengajarkannya dari pasar ke pasar,” urainya.
Nilai yang ketiga yaitu pemerintahan (ulil amri). “Bagaimana kita memastikan bahwa kita semuanya sebagai orang-orang yang beriman taat kepada Allah, taat kepada Rasul, dan taat kepada pimpinan. Bila terjadi ikhtilaf, kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah.
Baca sambungan di halaman 2: Nilai Keadilan dan Akuntabilitas