PWMU.CO – Ketahanan pangan dan energi terbarukan menjadi fokus utama pembahasan Seminar Nasional Pertanian (Semartani) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember (UM Jember), Rabu (23/2/22).
Dihadiri empat pembicara yang berkompeten di bidangnya Kepala Balai Besar BB-Biogen Balitbang Kementan Ir Mastur MSi PhD, Dr Ir M Hazmi DESS dari Unmuh Jember, Arita Dewi PhD dari Universitas Gajah Mada, dan Dr Luh Putu MP dar Universitas Jember, acara ini akan dilanjutkan dengan Call for Papers dengan delapan subtema berfokus pada sektor pertanian.
Bertajuk Pengembangan Pertanian Lokal dalam Mendukung Upaya Pencapaian Ketahanan Pangan dan Energi Terbarukan, Dekan Fakultas Pertanian Unmuh Jember Ir Iskandar Umarie mengungkapkan kedua hal tersebut perlu mendapat dukungan terutama dari masyarakat kampus.
“Tanpa dukungan, upaya pemerintah sulit direalisasikan,” ujarnya.
Ketahanan Pangan Nasional
Rektor Unmuh Jember, Dr Hanafi MPd dalam sambutannya juga menyampaikan sektor pertanian menjadi sorotan karena erat kaitannya dengan ketahanan pangan nasional.
“Apalagi di era pandemi yang sulit seperti sekarang, ketahanan pangan menjadi sesuatu yang harus diupayakan agar terhindar dari krisis pangan yang seakan menghantui Indonesia.”
Melalui seminar ini, Hanafi berharap mampu mengoptimalkan dan mendorong masyarakat serta peserta seminar untuk memanfaatkan sumber daya pangan lokal guna memperkaya keragaman pangan yang ada. Menurutnya, penggunaan produk impor dikhawatirkan akan mematikan pertanian dalam negeri kita.
Keragaman Pertanian
Hal tersebut juga diungkapkan salah satu pemateri M Hazmi. Dia menyampaikan kita harus memahami keragaman pertanian Indonesia.
“Memahami konsep ketahanan pangan dan penerapannya di Indonesia, serta memahami konsep energi terbarukan dan prospek pengadaannya melalui kegiatan pertanian,” jelasnya.
Dia memaparkan hal lain yang perlu dipahami yaitu tentang kondisi keragaman pertanian lokal Indonesia diantaranya luas lahan tanaman pangan yang dikelola per petani sempit dengan luas kurang dari setengah hektar. Selain itu, tingkat Pendidikan petani masih didominasi oleh lama sekolah kurang dari Sembilan tahun.
“Hal tersebut bisa bisa terlihat dari usia petani yang didominasi oleh usia di atas lima puluh tahun.”
Dari beberapa kondisi tersebut, Hazmi menjelaskan muncul beberapa persoalan diantaranya ketergantungan terhadap pupuk anorganik tinggi dan masih sedikitnya petani yang bertransformasi menjadi pengusaha pertanian. Maka, lanjutnya, perlu diperhatikan bahwa fungsi pertanian lokal Indonesia dibagi menjadi dua yaitu ketahanan pangan dan ketahanan energi. (*)
Penulis Disa Yulistian. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Muhammad Nurfatoni.