Menghadapi Kelompok Intoleran Perdesaan, Aparat Harus Profesional, kolom oleh Prima Mari Kristanto, warga Lamongan kelahiran Madiun.
PWMU.CO – Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu. Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna. Terhanyut aku akan nostalgi, saat kita sering luangkan waktu. Nikmati bersama suasana desa.
Bait di atas adalah cuplikan lirik lagu Yogyakarta milik Kla Project yang yang dibawakan Katon Bagaskara. Lagu yang hits di tahun 90-an ini masih melegenda hingga hari ini. Menjadi ikon Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ‘ibukota’ ormas Muhammadiyah.
Tapi kata terakhir dalam kutipan di atas, semestinya Jogja bukan desa. Saya sengaja mengubahnya menyesuaikan dengan konteks tulisan ini/
Liburan long weekend 27-28 Februari 2022 lalu saya menyempatkan pulang kampung ke Madiun. Rutinitas Ahad pmengikuti pengajian di Islamic Centre Madiun yang terletak di Jalan Sumatra.
Di kota yang kini berjuluk “Kota Pendekar” saya betul-betul terhanyut akan nostalgi saat dulu mengikuti Pengajian Ahad Pagi kali pertama diselenggarakan tahun 90-an.
Masih seperti dulu, ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera. Pengunjung kaki lima pun duduk bersila. Sementara peserta pengajian duduk di kursi-kursi sederhana yang disediakan panitia.
Masjid Ar Rahmah
Senin sore bertolak pulang ke Lamongan, seperti biasa transit di Masjid Ar-Rahmah. Entah kenapa masjid ini selalu bikin kangen.
Ada yang baru di masjid yang terletak di tepi jalan propinsi Madiun-Caruban ini. Ada papan nama Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Madiun. Prasasti peresmian oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim KH M Saad Ibrahim juga tampak baru fresh from the oven: 5 Desember 2021.
Berbeda dengan Islamic Centre Kota Madiun yang relatif tidak banyak diterpa isu masjid ini sempat mengalami gangguan oknum masyarakat. Menurut para pengelola masjid yang sempat curhat ke salah satu anggota keluarga saya, Masjid Ar Rahmah sempat diminta sekelompok masyarakat.
Dengan membawa perangkat desa dan aparat keamanan, masyarakat setempat ingin ikut mengelola dan menyesuaikan dengan kebiasaan mayoritas masyarakat setempat.
Keberadaan prasasti wakaf untuk Muhammadiyah disertai papan nama menahbiskan kejelasan status kepemilikan masjid.
Baca sambungan di halaman 2: Ribut di Bumi Blambangan