PWMU.CO– Pemasangan papan nama Muhammadiyah dan Aisyiyah Tampo di Masjid al-Hidayah, Ahad (13/3/2022), sempat diprotes dua perempuan dan beberapa laki-laki.
Mereka orang-orang yang telah melakukan perusakan papan nama. Lima orang tersebut terdiri dari Q, R, H dan 2 orang temannya. Mereka adalah bekas takmir yang diberhentikan karena ingin menguasai masjid Muhammadiyah yang dikelola PRM Tampo itu.
Mereka beralasan pemasangan papan nama Muhammadiyah kembali tidak ada persetujuan warga. Mereka juga mempertanyakan kenapa dirinya diberhentikan dari takmir tanpa musyawarah.
Mereka lantas menemui Ketua Tim Kuasa Hukum Masbuhin setelah selesai press release dan pemasangan papan nama. Sempat terjadi otot-otoan bicara dari beberapa orang.
Masbuhin lantas meredam suasana agar persoalan melebar ke mana-mana diminta satu orang perwakilan bekas takmir yang berbicara. Seluruh warga Muhammadiyah yang hadir juga tak boleh bicara. Mereka hanya mendokumentasikan melalui kamera HP baik berupa video maupun foto.
Hasil tabayun penjagaan dan pengamanan Masjid al-Hidayah yang dipergunakan untuk peribadatan warga Muhammadiyah menjadi tanggung jawab bersama baik warga Muhammadiyah maupun warga sekitar termasuk keluarga dan bekas takmir pelaku perusakan.
Masbuhin memfasilitasi bekas takmir itu untuk berdialog dengan jajaran PWM Jatim. Termasuk permintaan mereka dilibatkan dalam semua kegiatan Muhammadiyah.
Terlapor Bertambah
Sementara jumlah orang terlapor perusakan papan nama Muhammadiyah yang semula disebut berjumlah 10 orang dalam jumpa pers ternyata berkembang menjadi 13 orang.
Wartawan meminta penyebutan nama-nama orang yang dilaporkan supaya jelas. Tapi Masbuhin menjawab, tetap menganut asas praduga tak bersalah.
”Kami memakai nama-nama inisial. Ada pejabat pemerintahan desa, ada pejabat KUA, dan ada pejabat kecamatan. Biarlah siapa sebenarnya nama-nama itu biarlah penyidik yang membukanya,” kata Masbuhin.
Berkembangnya nama orang terlapor menjadi 14 setelah menemukan fakta di lapangan, setelah dilakukan maping dan kajian di lapangan selama empat hari.
”Kasus ini akan dikenakan pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Bisa jadi hasil penyidikan akan bertambah atau berkurang adalah otoritas dari penyidik,” jelas Masbuhin.
Dia menjelaskan, kasus ini tidak ada kaitannya dengan kasus hukum dengan kepemilikan, pengelolaan, penguasaan tanah wakaf di sini. Sebab semua dokumen ikrar wakaf dan sertifikat jelas milik Muhamamdiyah.
”Ini adalah murni persoalan kriminal dalam bentuk perusakan papan nama, simbol, marwah, dan identitas dakwah Muhammadiyah yang pengelolaan dan kepemilikan ada di tangan Muhammadiyah. Ini adalah perusakan terbuka yang dilakukan di hadapan umum karena dilakukan bersama-sama sehingga melanggar pasal 170 ayat 1 KUHP pasal junto pasal 55 ayat 1 ke 1,” tandasnya.
Menurut dia, perkara ini dibawa ke ranahhukum sekaligus menepis isu-isu yang berkembang bahwa ada konflik kepemilikan tanah wakaf, perselisihan takmir, dan internal Muhammadiyah. Ternyata seluruh komponen Muhammadiyah hadir di sini lokasi kompak.
”Itu menunjukkan mereka gagal sudah membangun opini dan framing terkait dengan insiden Tampo ini,” ujarnya.
Pemasangan papan nama Muhammadiyah dihadiri oleh seluruh jajaran Muhammadiyah Banyuwangi mulai dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Aisyiyah, PCM, PCA Cluring dan PRM Tampo.
Juga ortom Tapak Suci beserta Kosegu, Pemuda Muhammadiyah beserta Kokam, Hizbul Wathan beserta Dewan Sughli, warga dan simpatisan Muhammadiyah.
Penulis Yulia Febrianti Editor Sugeng Purwanto