Sekretaris PWM Jatim kritik Ironi Kelapa Sawit dan Minyak Goreng, laporan kontributor PWMU.CO Aan Hariyanto
PWMU.CO – Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Ir Tamhid Masyhudi menyatakan Sekolah Kepemimpinan Politik dan Kebangsaan (Sekpolbang) ini merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan cita-cita Muhammadiyah. Yakni, mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-sebenarnya.
“Cita-cita kita ini kan sudah sangat jelas. Cita-cita itu bisa terwujud tatkala kader-kader kita bisa mengisi sudut-sudut kekuasaan yang ada. Kalau kita tidak siap dan tidak bisa merebut itu, maka mustahil mewujudkan cita-cita itu,” ujarnya dalam pembukaan acara Sekpolbang yang diadakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jatim, Jum’at (18/3/2022).
Tamhid pun mengungkapkan rasa ketersinggungannya atas adanya ritual di Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. Di mana, semua kepala suku diminta untuk membawa tujuh mata air untuk dibawa ke pusat kekuasaan. Padahal, di pusat kekuasaan itu pusat penanaman kelapa sawit. Tapi, itu dihabisi dan tidak ada orang peduli.
“Caba bayangkan di sana itu pusat penanaman kelapa sawit. Padahal lahan penanaman kelapa sawit tapi dirusak buat IKN. Di saat yang sama rakyat Indonesia kekurangan minyak yang dihasilkan dari sawit. Batu bara dikeruk dan dibawake Singapura. PLN beli dari Singapura,” paparnya.
“Tidak ada yang tersinggung. Tidak ada yang bantah. Ini artinya kita dilecehkan. Masak kita tidak tersinggung, dengan cara kita dilecehkan. Kenapa? Karena tidak punya kekuatan,” lanjutnya.
Jadilah Hamzah
Maka, Tamhid menginginkan, supaya peserta Sekpolbang ini tidak sekadar dididik untuk bisa menjadi anggota dewan—baik itu anggota dewan di tingkat pusat, wilayah, maupun daerah. Tapi lebih dari itu, peserta Sekpolbang juga diminta bisa menjadi asabiqunal awalaun.
“Saya ingin peserta Sekpolbang ini bisa menjadi sebagaimana Hamzah, paman Rasulullah, Singa Padang Pasir. Benar-banar kuat dan tangguh. Itu untuk menunjukkan kekuatan Muhammadiyah,” terangnya.
Ia pun berharap, agenda ini bisa menjadi bagian dari merancang masa depan bangsa Indonesia. Salah satunya dilakukan dengan cara menyiapkan kader yang bisa mengisi di arena politik, baik itu di tataran eksekutif, legislatif. Bahkan bisa mengisi di semua jajaran kelompok masyarakat dan jabatan strategis lainnya.
“Kalau bisa jadi di tingkat nasional. Kalau belum, bisa di tingkat wilayah, di daerah, kecamatan sampai di tingkat desa. Kita menginginkan Muhammadiyah disegani ataupun dihargai keberadaannya,” pintanya.
Tamhid pun menyinggung soal kasus penurunan papan nama Muhammadiyah di Cluring, Banyuwangi beberapa waktu lalu. “Bagaimana tidak, hari ini Muhammadiyah dilecehkan, papan nama digergaji dan disaksikan oleh tokoh masyarakat. Begitu kok gak ada tersinggung. Heran saya,” keluhnya.
“Kalau ada benar-benar ghirah bermuhammadiyah sangat rendah. Karena tidak tersinggung. Merasa tidak berdaya. Ya, kalau ditarungkan pasti kalah,” urainya.
Di akhir, Ia mengajak, semua elemen di tubuh Persyarikatan untuk bisa membangun kekuatan dari dalam tubuh Persyarikatan secara kokoh. Juga terus menguatkan jejaring Muhammadiyah.
“Kalau tidak, lagi-lagi kita akan dibohongi terus. Jangan sampai kita bercerai-berai. Betapa jejaring Muhammadiyah masih butuh ditingkatkan. Ayo kita bangun jejaring itu, kekuatan yang kita miliki harus dikonsolidasikan dengan baik,” tandasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni