Muhammadiyah harus ubah kultur agar kuasai dunia digital. Liputan oleh kontributor PWMU.CO Darul Setiawan.
PWMU.CO – Muhammadiyah harus ubah kultur agar kuasai dunia digital. Hal tersebut disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi dalam Kajian Ramadhan 1443 H PWM Jatim, Ahad (3/4/22).
Dalam kajian yang dihelat di Auditorium Gedung At-Tauhid Tower UM Surabaya, itu Haedar yang hadir sebagai keynote speech juga menyoroti soal dunia digital. Menurutnya, dunia digital, media sosial, dan era teknologi informasi itu sudah niscaya hadir di tengah kita, dan sehari-hari sudah dimakan oleh kita.
“Tapi kenapa atau bagaimana caranya, agar Muhammadiyah itu bukan hanya adaptif, tapi bahkan menjadi pengarus-utamaan dakwah dan hadir di dunia digital ini? Kan Muhammadiyah organisasi modern?” tanyanya.
Muhammadiyah Harus Ubah Kultur
Haedar mengatakan, jangan biarkan dunia digital itu hanya milik perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM). PTM sendiri kan masih penyesuaian.
“Cuman kita harus mengubah kultur. Kultur Muhammadiyah apa? Kadang anomali, Pak Jainuri (Wakil Ketua PWM Jatim), monggo diteliti. Modern, sistem, tetapi nalar komunalnya sekarang terlalu banyak juga,” ujarnya.
Nalar luring, nalar kumpal-kumpul yang tidak produktif dan macem-macem tolong diubah. “Saya ingat Prof Komarudin Hidayat, dia ngomong begini, ‘Mas, ada orang tanya, mengapa sih Muhammadiyah itu amal usahanya maju, lalu dia jawab, ‘kalau ada orang Muhammadiyah kumpul, lahir sekolah, masjid, dan rumah sakit, itulah Muhammadiyah’, dan dia bangga menceritakan itu,” ungkapnya.
Artinya, lanjut dia, kita harus belajar juga mengalihkan dari nalar komunal dan kebiasaan komunalitas itu ke nalar baru, yang hidup di tengah era ini dan itu kita menguasai.
“Maaf, tadi Pak Nurfatoni (Pemred PWMU.CO), di dua dasawarsa ini, justru media online milik orang lain yang dulu dikenal tradisional. Kenapa? Karena kita lalai untuk membangun kultur baru hidup di era sekarang. Atau bisa jadi kita masih berada di nalar lama. Istilah saya, sudah disket, disketnya lama lagi. Nah kita coba mulai ke era baru. Tapi memang perlu adaptasi kultural kita,” jelasnya.
Kalau Muhammadiyah tidak leading, unggul di dunia digital, sambung dia, mohon maaf, nanti ada masyarakat, warga, dan mereka yang haus ilmu, agama, dan contoh kehidupan yang baik, dia belajarnya pada orang lain.
“Sementara kita tidak hadir di dunia digital, era disrupsi, dan era media sosial yang bagus ini, karena era kita masih komunalitas. Juga kita hanya menjadi konsumen dan bukan menjadi produsen,” paparnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni