Berkah Umur ketika Bertemu Ramadhan oleh Bahrus Surur-Iyunk, Wakil Ketua PDM Sumenep.
PWMU.CO– Sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Thalhah bin Ubaidillah dikisahkan bahwa ada dua orang sahabat, keduanya bersaudara. Salah seorang berangkat perang.
Ia orang yang bersemangat dalam beramal dibandingkan saudaranya. Kemudian ia pun mati syahid di medan perang. Sementara saudaranya masih diberi umur panjang hingga satu tahun kemudian meninggal karena sakit.
Beberapa waktu kemudian, suatu malam Thalhah bermimpi tentang kedua orang itu. Dalam mimpinya, Thalhah berada di depan pintu surga bersama kedua sahabat yang telah meninggal tersebut.
Tiba-tiba dari dalam surga terdengar suara yang memanggil sahabat yang meninggal karena sakit. Suara tersebut mempersilakan si sahabat untuk masuk surga.
Setelah itu suara dari dalam surga kembali terdengar dan memanggil sahabat yang mati syahid. Masuklah sahabat tersebut masuk surga.
Kembali suara itu terdengar dan berkata kepada Thalhah,”Kembalilah karena belum waktumu masuk surga.” Thalhah pun terbangun dari mimpinya.
Esok hari, Thalhah menceritakan mimpinya kepada sahabat-sahabat lainnya. Namun para sahabat tidak percaya. Bagaimana mungkin sahabat yang mati karena sakit dipanggil lebih dahulu masuk surga daripada yang mati syahid.
Hingga desas-desus mimpinya Thalhah terdengar Rasulullah saw. Lalu dipanggillah Thalhah untuk menceritakan mimpinya. Setelah mendengar ceritanya, Rasullullah membenarkan mimpi Thalhah itu. Para sahabat pun heran.
Nabi bertanya,”Apa yang membuat kalian heran?”
Sahabat menjawab,”Wahai Rasulullah, orang yang pertama paling banyak jihadnya, lalu ia mati syahid, tapi kenapa temannya yang meninggal terakhir masuk surga lebih dahulu darinya?”
Rasulullah saw berkata,”Bukankah temannya itu masih hidup setahun setelah kematiannya?”
Mereka menjawab,”Betul.”
Rasulullah berkata,”Bukankah ia masih mendapati Ramadhan, lalu ia berpuasa, melakukan shalat ini dan itu selama satu tahun itu?”
Mereka menjawab,”Betul.”
Lalu Rasulullah saw kembali bersabda,
فَمَا بَيْنَهُمَا أَبْعَدُ مِمَّا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ
”Sungguh, sangat jauh perbedaan antara keduanya (dalam kebajikan) bagaikan antara langit dan bumi.” (HR Ibnu Majah No 3925, Ahmad No 1349, hadits dari Thalhah bin Ubaidillah dan disahihkan oleh al-Albani)
Berkah Ramadhan
Hadits di atas tentu bukan untuk menunjukkan ibadah puasa lebih tinggi derajatnya daripada berjihad di jalan Allah. Sebab jihad fi sabilillah tetap merupakan puncak amal yang tertinggi dalam Islam.
Hadits ini hanya ingin menyatakan betapa berkah umur seseorang yang mendapati bulan Ramadhan sangat mulia. Dengan demikian, ia juga berkesempatan untuk mendapatkan perolehan pahala yang lebih banyak.
Bukankah Rasulullah saw pernah bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah yang paling panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR Tirmizi)
Ulama Ibnu Rajab Al-Hanbali menjelaskan, ketahuilah bahwa seorang mukmin melakukan dua jihad di bulan Ramadhan. Jihad pertama adalah jihad pada diri sendiri di siang hari dengan berpuasa. Sedangkan jihad kedua adalah jihad di malam hari dengan shalat malam, membaca al-Quran dan melakukan kebaikan lainnya.
Siapa yang melakukan dua jihad dan menunaikan hak-hak berkaitan dengan keduanya, lalu terus bersabar melakukannya, maka ia akan diberi ganjaran di sisi Allah dengan pahala tanpa batas.
Ka’ab bin Malik berkata, sebagaimana riwayat al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3928, ”Setiap yang menjaga amalannya akan dipanggil pada hari kiamat dan akan diberi balasan. Adapun ahli Quran dan puasa, mereka akan dibalas dengan pahala tak terhingga.”
Syafaat Puasa
Sebagai bukti keutamaan dua jihad di atas adalah syafaat bagi shahibul Qur’an dan orang yang berpuasa pada hari kiamat kelak.
Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah saw bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَىْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
Puasa dan al-Quran itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa akan berkata,”Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat, karenanya perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya. Dan al–Quran pula berkata,’Saya telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya. Nabi bersabd,’Maka syafaat keduanya diperkenankan.
(HR Ahmad 2: 174, dari Abdullah bin Amr. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih)
Syafaat dari puasa diberikan bagi orang yang meninggalkan yang haram seluruhnya. Namun bagi yang menyia-nyiakan puasanya, yang tidak bisa menjaga diri dari yang haram, maka ia tidak bisa mendapatkan syafaat tersebut.
Sedangkan syafaat dari al-Quran diberikan bagi orang yang kurang tidurnya di malam hari karena tersibukkan dengan mengaji dan mengkaji al-Quran.
Itulah yang mendapatkan syafaat dari al-Quran. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Rajab al-Hanbali. Lathaiful Ma’arif, fii Maa Li mawasimil ‘Aam minal Wazhaif, Al-Maktab Al-Islami, cet. I, 1428 H. Wallahu a’lamu bi al-shawab.
Editor Sugeng Purwanto