Masuk Surga karena Nraktir Teman di Warung oleh Nurbani Yusuf, Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO– Abu Bakar di surga. Umar di surga. Utsman di surga. Ali di surga. Thalhah di surga. Az-Zubair di surga. Said bin Zaid di surga. Abdurrahman bin Auf di surga. Abu Ubadah bin Jarrah juga di surga.
Demikian Turmudzi meriwayatkan hadits. Penegasan Rasulullah saw terhadap beberapa sahabat yang masuk surga tanpa audit atau hisab. Saya tak bisa bayangkan bila namaku juga disebut dalam deretan itu.
Di mana aku… saat Nabi saw menyebut nama-nama penghuni surga. Tak terpikir bagaimana senangnya Ukasyah yang berdiri dan berkata doakan: aku ada di antaranya, Wahai Rasulullah saw.
Kemudian Rasulullah saw menjawab lembut,”Ya kamu ada di antaranya penghuni surga tanpa dihisab.”
Sebut saja Abdurrahman bin Auf. Ditakdirkan kaya raya dengan keterampilan berdagang di atas rata-rata. Hartanya berlimpah tapi tidak penah membuatnya sombong.
Saat mendengar Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul, hatinya ringan tergerak. Apalagi sahabatnya Abu Bakar juga telah membenarkan. Maka tak ada alasan baginya untuk menunda bersyahadat.
Pada saat Nabi saw hijrah, Abdurrahman bin Auf juga menjadi bagian dari kaum muhajrin. Ia tinggalkan semua hartanya. Dia hijrah hanya membawa bekal secukupnya.
Saat di Madinah dia dipersaudarakan dengan Saad bin Rabi. Dia menggeleng saat ditawari kebun, unta, rumah, dan istri. Tapi ia ingin ditunjukkan pasar. Di situ dia kembali menunjukkan ketrampilannya sebagai pedagang yang diberkati. Tak sampai hitungan tahun dia telah menjadi kaya kembali.
Kedermawan Ibnu Auf
Suatu hari Abdurrahman bin Auf gelisah memperlakukan hartanya yang terus membanyak. Istrinya memberi saran agar hartanya dibagi-bagi. Iapun setuju.
Sepertiga diberikan kepada seluruh orang fakir di Madinah. Sepertiganya diberikan pada orang yang tak mampu bayar utang. Sepertiganya lagi digunakan untuk merawat orang telantar.
Kedermawanan Abdurrahman bin Auf sudah tak dibantah. Saat di pasar atau perjalanan dia juga sering nraktir, membayar duluan semua barang atau makanan yang dibeli. Sakunya ringan. Itu pula yang mungkin membuatnya kaya raya.
Mungkin kita bisa belajar dari kegemaran nraktir teman saat makan atau minum. Sepele terlihat, tapi juga tak gampang dilakukan apalagi bila bahan dasarnya kita sudah pelit.
Pura-pura tak kenal atau tak melihat menjadi jurus ampuh saat bertemu teman di warung makan. Lalu dengan alasan apa Tuhan memasukkan kita ke dalam surga jika di warung ketemu teman saja takut setengah mati. (*)
Editor Sugeng Purwanto