Rektor Umsida tentang Hubungan Ilmu Qauliah dengan Kauniah, Liputan Shinta Amalia Ferdaus, kontributor PWMU.CO Sidoarjo
PWMU.CO – Ilmu dan amal perlu diselaraskan dan diseimbangkan karena penting untuk peningkatan kesejahteraan umat.
Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Hidayatulloh MSi memberikan tips kepada dosen dan tenaga kependidikan agar mampu menyelaraskan keseimbangan ilmu dan amal untuk kesejahteraan umat dalam perspektif agama pada Kajian Ramadhan 1443, Kamis (14/4/2022).
Di Aula Mas Mansur Kampus 1 Umsida, Hidayatulloh menjelaskan empat golongan umat menurut Imam Ghazali.
“Pertama, orang yang mengerti (berilmu) kalau dirinya mengerti. Kedua, orang yang mengerti (berilmu) tapi tidak tahu kalau dirinya sudah tahu,” ujarnya.
“Yang ketiga, ada orang yang tidak mengerti tapi mengerti kalau dirinya sudah tahu. Dan ini keempat yang paling buruk, ada orang yang tidak sadar kalau dirinya tidak mengerti,” imbuhnya.
Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur itu mengatakan, ilmu menjadi hal yang sangat penting di dunia, sebab orang yang berilmu akan mendapat pelajaran.
“Supaya jadi orang yang berilmu, maka kita harus haus akan ilmu,” tuturnya menyemangati para peserta kajian mulai tingkat pimpinan hingga staff di Umsida.
Allah sebagai Sumber Kebenaran
Bapak tiga anak itu menambahkan, pandangan Islam terkait ilmu ialah Allah sebagai sumber kebenaran. Di dalam al-Quran, terdapat ayat-ayat Allah yang membahas terkait dua jenis keilmuan, yaitu qauliah dan kauniah.
”Ilmu qauliah itu semua ilmu yang ada dalam al-Quran dan al-Hadist, sedangkan kauniah adalah semua ilmu yang ada di alam semesta ini. Keduanya tidak perlu dibedakan, sebab keduanya adalah ilmu Allah,” paparnya.
Alumni Studi Islam UINSA itu mengambil contoh para dosen yang mendalami ilmu sains dan teknologi atau ekonomi, keduanya termasuk ilmu kauniah.
“Memanfaatkan ilmu qauliah dengan kauniah adalah dengan memadukan keduanya, agar keilmuan kita ini fokus di ilmu-ilmu kauniah tidak terasa kering. Banyak juga ilmu qauliah yang membutuhkan supporting ilmu kauniah,” lanjutnya.
Ia menambahkan, ilmu kauniah bisa lahir dari ilmu qauliah seperti disebutkan dalam penggalan surat al-Baqarah ayat 282 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian melakukan utang-piutang yang pembayarannya dilakukan pada waktu tertentu, hendaklah dilakukan pencatatan…”
“Dari situlah lahir ilmu akutansi. Semua transaksi kemudian dicatat. Maka untuk memadukan interkorelasi, kita perlu melakukan pendekatan studi. Harapannya itu nanti melahirkan produk pengetahuan islam,” jelasnya.
Dalam konteks keilmuan, Hidayatulloh menambahkan, ilmu yang tidak diamalkan seperti pohon yang tidak berbuah.
“Artinya tidak memberi kebermanfaatan, maka bapak ibu dosen tidak boleh berhenti hanya pada penelitian, namun bagaimana ilmu itu bisa diamalkan,” tuturnya.
“Sehingga nantinya ilmu pengetahuan bisa terus berkembang. Pengetahuan ini tidak boleh berhenti pada pengetahuan saja, tapi sampai kepada pengamalan supaya pengetahuan yang kita miliki menjadi sangat baik,” tegasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni/DR