Ternyata Muhammadiyah Bukan Pelopor Metode Hisab di Nusantara oleh Prima Mari Kristanto, pengamat politik ekonomi, akuntan berkantor di Surabaya.
PWMU.CO – Muhammadiyah bukan penemu atau pelopor metode hisab. Muhammadiyah melestarikan tradisi ilmu pengetahuan para ulama dan ilmuwan Muslim yang secara intensif mempelajari ilmu falak atau astronomi sejak abad pertengahan.
Ayat-ayat al-Quran yang membahas tentang dunia astronomi cukup banyak misalnya dalam al-Hijr ayat 16 tentang bintang yang gemerlapan, al-Furqan ayat 61 tentang bulan yang bercahaya, dan Yunus ayat 5 tentang matahari yang bersinar dan ayat-ayat lainnya.
Ilmuwan Muslim tertarik untuk meneliti dan merumuskan teori-teori astronomi. Kebutuhan untuk menerjemahkan benda-benda langit semakin tinggi hingga melahirkan ilmu falak yang berhubungan dengan perhitungan arah kiblat.
Penentuan arah kiblat ini diperlukan umat Islam dari penjuru negeri, tidak hanya bagi Muslim yang ada di Arab atau Timur Tengah. Keberadaan ilmu falak juga penting dalam menentukan waktu shalat, prediksi gerhana, dan pergantian bulan.
Syekh Muhammad Djamil
Salah satu ulama dan ilmuwan Muslim dari Minangkabau Sumatera Barat, Syekh Muhammad Djamil merupakan ahli ilmu falak yang berasal dari Indonesia. Pada tahun 1896 M/1315H telah menyelesaikan kitab Muqaddimah fi Hisab al Falakiyah Mukhtasar Mata’assa’id fi Hisabat al Kawakib di Makkah.
Selama sembilan tahun, ia belajar di jantung kiblat umat Islam, di Makkah Arab Saudi. Syekh Muhammad Djamil yang akrab dipanggil Inyiak Djambek ini belajar beragam ilmu agama antara lain tarekat dan ilmu falak. Syekh Tahir Djalaluddin sang guru mengakui kehebatan dan kegigihan Muhammad Djamil dalam belajar ilmu falak.
Bukan sekadar menerima begitu saja ilmu yang disampaikan oleh gurunya, Muhammad Djamil menguji teori gurunya hingga hampir mengalami kebutaan karena sering berlama-lama melihat matahari. Dan pantaslah Gelar Al-Falaky secara sah disematkan di belakang namanya sebagai pakar ilmu falak yang teruji.
Pada tahun 1903 M, Inyiak Djambek kembali ke Minangkabau. Selain dia aktif berdakwah juga mengembangkan ilmu falak dengan menulis buku-buku pengembangan dan metode aplikasi ilmu falak.
Lalu Inyiak Djambek menerbitkan buku berjudul Diya’ an-Nirin fi ma yata’allaqu bi al-kaukabin pada tahun 1909 M. Karya yang sangat futuristik dari Inyiak Djambek pada tahun 1911 adalah penerbitan jadwal waktu shalat, Ramadhan, dan Syawal untuk seratus tahun ke depan.
Karya-karya di atas merupakan aplikasi dari bukunya yang berjudul Natijah Durriyah. Sebuah tabel berisi perhitungan waktu terbit berjudul Haza jadwal al-sittiniyah li istidraj ad-darb wa al-qismah tahun 1913 Masehi.
Sebelum tahun tersebut juga sudah berkembang ilmu falak seperti tertulis dalam buku Ilmu Falak, Sejarah, Perkembangan dan Tokoh-tokohnya karya Dr Hajar MAg. Buku tersebut mengupas tentang Ilmu perhitungan perjalanan bulan dan matahari yang sebelumnya hanya dimiliki ulama tertentu dengan akurasi minim.
Pada perkembanganya Muhammad Djamil menjadikan ilmu falak terutama metode hisab lebih empirik, bisa diuji secara fair, bukan sekadar kepatuhan pada guru senioritas dan ketokohan semata.
Baca sambungan di halaman 2: KH Ahmad Dahlan Pelopor Hisab di Jawa