Iktikaf Bolehkah Dilakukan di Mushala? oleh Ustadzah Ain Nurwindasari.
PWMU.CO – Iktikaf merupakan salah satu amalan sunnah di bulan Ramadhan yang sangat utama. Hal ini karena Rasulullah SAW mencontohkan bahwa beliau selalu melakukan iktikaf di setiap 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Aisyah RA meriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa beriktikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beriktikaf setelah beliau wafat. (HR Muttafaqun ‘alaih; Bukhari No 2026 dan Muslim No 1172).
Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa hukum iktikaf adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan) karena Nabi SAW selalu melaksanakannya.
Pengertian Iktikaf
Iktikaf secara harfiah (bahasa) berarti berada, diam, tetap di suatu tempat. Juga berarti menahan diri dari melakukan sesuatu. Hal ini karena iktikaf merupakan (suatu bentuk ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah dengan cara) berada di tempat tertentu, yaitu masjid, dan menahan diri dari melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama beriktikaf (Fatwa Ramadan, hlm. 54).
Pelaksanaan iktikaf sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya ialah dilakukan di masjid. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut:
Pertama, al-Baqarah ayat 187:
وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ
Dan janganlah kamu berhubungan badan dengan istrimu, ketika kamu beriktikaf dalam masjid.
Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Shafiyyah RA:
عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ ـ رضى الله عنهما ـ أَنَّ صَفِيَّةَ، زَوْجَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم تَزُورُهُ فِي اعْتِكَافِهِ فِي الْمَسْجِدِ… (رواه البخاري)
Dari Az-Zuhri, ia berkata: Ali bin Al-Husain RA telah mengabarkan kepadaku bahwa Shafiyyah, istri Nabi SAW telah mengabarkan kepadanya bahwa ia pernah mengunjungi Nabi SAW ketika beliau beri’tikaf di masjid … (HR al-Bukhari).
Ketiga, hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA:
عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ أَنَّهَا كَانَتْ تُرَجِّلُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَهِيَ حَائِضٌ وَهْوَ مُعْتَكِفٌ فِي الْمَسْجِدِ وَهْىَ فِي حُجْرَتِهَا، يُنَاوِلُهَا رَأْسَهُ. (رواه البخاري)
Dari Aisyah RA, (diriwayatkan) bahwa ia pernah menyisiri rambut Nabi SAW sedang ia dalam keadaan haid, dan Rasulullah SAW sedang beriktikaf di masjid. Beliau menjulurkan kepalanya kepada ‘Aisyah yang berada dalam kamarnya (HRa al-Bukhari).
Dari beberapa dalil di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan iktikaf adalah di masjid. Masjid yang dapat digunakan untuk dilakukan iktikaf adalah masjid-masjid yang padanya dilaksanakan shalat jamaah.
Dari sini juga dapat dipahami bahwa tidak ada riwayat hadis bahwa Rasulullah SAW melaksakan iktikaf di luar masjid, bahkan tidak ada riwayat bahwa beliau atau para istrinya beriktikaf di masjid dalam rumah (mushala rumah) (Fatwa Ramadan, h 57).
Baca sambungan di halaman 2: Bagaimana Iktikaf di Mushala?