PWMU.CO– Jangan seperti kera makan manggis dikisahkan dalam Safari Ramadhan IMM Trenggalek di MI Muhammadiyah Dermosari, Jumat (22/4/2022).
Kisah itu disampaikan oleh Immawati Nafi’atul Azizah kepada siswa dari kelas 1 hingga kelas 6 bertempat di gedung sekolah MIM Dermosari Kecamatan Tugu Trenggalek. Ada empat anggota IMM Trenggalek yang mengisi acara ini yaitu Candra Dwi Aprida, Nafi’atul Azizah, Dwi Putri Lestari, dan Hafidz Alimudin.
Nafi’ menceritakan pengalamannya sewaktu mondok di Pondok Pesantren al-Mawaddah Ponorogo. ”Setiap penerimaan santri baru kiai saya selalu berpesan jangan seperti kera makan manggis. Kehidupan ini jangan seperti kera makan manggis,” katanya.
Buah manggis itu manis tapi kulitnya pahit, sambungnya. Kera itu tidak memiliki akal layaknya seperti manusia sehingga saat makan manggis yang digigit pertama kali adalah kulitnya yang rasanya pahit. Padahal di dalam kulit yang pahit itu ada rasa buah yang manis.
”Karena kera tidak memiliki akal, ketika merasakan pahit dia langsung membuang buah manggis tersebut,” jelasnya.
Pesan terakhir yang disampaikan adalah tidak ada kesuksesan yang instan, pasti ada perjuangan asam manis pahitnya dalam menuju kesuksesan.
Kisah Mondok
Acara berikutnya sharing dipandu oleh Immawati Dwi Putri Lestari, akrab disapa Tari. Diawali dengan cerita dia saat sekolah di MTs dan memutuskan untuk mondok.
”Namun karena background saya dari SD maka ada rasa kaget saat memasuki dunia pondok yang harus bergulat dengan banyak kegiatan dan hafalan sehingga membuat saya tidak betah dan memutuskan untuk pulang,” ujar Tari.
Maka, kata dia, beruntunglah kalian semua adik-adikku yang saat ini duduk di depan saya ini. Sekarang kalian sudah ditempa oleh ustadz dan ustadzah untuk menjadi anak yang saleh dan salehah sehingga jika setelah lulus akan melanjutkan ke sekolah pesantren tidak akan kaget.
Setelah lulus MTs, sambung dia lagi, ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah dan kembali masuk pondok. Ketika di bangku MA pun, tidak semuanya berjalan mulus dan mudah. Ada banyak kepahitan yang harus ditelan, ada kesedihan yang harus dipendam dan ada banyak kesenangan yang harus ditunda.
Tari menjelaskan makna dari mahfudzat wamalladzatu illa ba’da ta’bi bahwa tidak ada kesenangan dan kenikmatan begitu saja yang datang tanpa ada kesusahan dan kepayahan, kesungguhan dan niat.
”Karena Allah tidak akan mengubah nasib hambanya jika ia tidak mengubah nasibnya dirinya sendiri,” tandasnya.
Ngaji Itu Penting
Kesempatan berikutnya diisi oleh Immawan Hafidz Alimuddin yang pernah mondok di Pondok Pesantren Ahmad Dhahlan, Malang.
”Dulu kiai saya pernah berkata, kalian lulus dari sini boleh tidak bisa Matematika, tidak bisa IPA nggak papa yang penting bisa ngaji,” tegasnya.
”Kenapa harus bisa ngaji? Kita sebagai umat muslim dalam sehari shalat minimal lima kali. Dalam shalat kita membaca surah yang ada di dalam al-Quran,” katanya.
Jika kita dalam membaca al-Quran itu lancar dan tajwidnya benar maka insyaallah semuanya akan lancar dan benar.
Jika kita kurang bisa dalam pelajaran Matematika, IPA ataupun bidang yang lainnya coba dimulai dengan memperbaiki bacaan al-Qurannya mungkin ada yang salah. Maka insyaallah, Allah akan memberikan pertolongannya.
Hafidz kemudian melemparkan pertanyaan kepada siswa-siswi. ”Menghafal itu mudah atau susah?”
Sontak jawaban siswa beragam. Ada yang menjawab mudah dan susah. ”Jadi, beruntunglah kalian semua adik-adik yang dari MI yang sudah dilatih menghafal. Seperti pepatah yang sering kita dengar bahwa belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu dan belajar di masa tua bagaikan mengukir di atas air,” pungkasnya.
Surat al-Ashr
Giliran berikutnya Candra Dwi Aprida menjelaskan intisari surah Al-Ashr. Dia menjelaskan sesungguhnya menusia berada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman, orang yang beramal saleh, orang yang menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
”Adik-adikku, beruntunglah kalian semua dilahirkan dari ayah dan ibunda yang beriman kepada Allah, oleh karena itu pergunakan waktu kalian di MI Muhammadiyah Dermosari ini dengan sebaik-baiknya, belajar yang semangat dan rajin, manut kepada ustad-ustadzah,” katanya.
Setelah materi selesai disampaikan ditutup dengan jargon yang diteriakkan dengan memantik semangat. ”Siapa kalian?” ”Saya orang sukses, luar biasa, Allahu akbar.”
Penulis Dwi Putri Lestari Editor Sugeng Purwanto