PWMU.CO– Shalat Idul Fitri 1443 H Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Kebomlati Kecamatan Plumpang Tuban diadakan di lapangan desa, Senin (2/5/22).
Shalat Idul Fitri dihadiri warga desa setempat. Khotib dan imam oleh Ustadz Mationo MA, anggota Majelis Tabligh PCM Wiyung Surabaya.
Dalam pengantar khotbah Idul Fitri, Ustadz Mationo MA menyampaikan, kita bisa membeli rumah sakit yang bagus, rumah yang mahal tapi yakinlah kita tidak akan bisa membeli sehat.
”Kita juga bisa membeli mobil yang mewah tapi yakinlah kita tidak akan bisa membeli rumah tangga yang bahagia, untuk itu kita selalu bersyukur kepada Allah swt karena masih diberikan iman, takwa, kesempatan, kesehatan,” kata mantan Kepala SMA Muhammadiyah 9 Wiyung Surabaya ini.
Ustadz Mationo mengatakan, menurut para ahli, taqwa berasal dari kata taqo yaitu takut, tunduk, patuh. Juga berasal dari kata waqo yaitu pembersihan penyakit hati, iri, dengki.
Dia juga menuturkan, Rasullullah saw ketika ditinggal Ramadhan perasaannya sedih, nangis, karena banyaknya rahmat, ampunan serta pembebasan dari api neraka. ”Bagaimana dengan kita, dengan kamu semuanya, apakah juga menagis seperti Rasulullah?”
Ada empat macam orang yang dirindukan surga, sambung Ustadz Mationo, orang-orang yang senantiasa membaca al-Quran, orang-orang yang berhati-hati dengan lisannya, orang yang gemar bersedekah, serta orang yang berpuasa Ramadhan.
Puasa Ramadhan kita termasuk latihan, banyak hal yang diujikan oleh Allah swt tidak lain dan tidak bukan supaya kita bertakwa. Sebelum dan sesudah Ramadhan seharusnya ada nilai peningkatan karena jaminan takwa adalah surga.
Dalam al-Quran surat Ali Imran: 133-134 dijelaskan tanda orang bertakwa kepada Allah itu adalah gemar menginfakkan harta bendanya di jalan Allah baik di waktu sempit maupun lapang, mampu menahan diri dari sifat amarah, ampu memaafkan orang lain yang telah berbuat salah kepadanya (tidak pendendam).
”Tatkala terjerumus pada perbuatan keji dan dosa atau menzalimi diri sendiri, serta tidak meneruskan perbuatan keji itu lagi, dengan kesadaran dan sepengetahuan dirinya atau taubatan nasuha,” katanya.
Di akhir khotbahnya Ustadz Mationo menggarisbawahi, takwa dapat dipahami kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa khauf kepada Allah yang menghadirkan kewaspadaan dan kehati-hatian, agar tidak terkena duri syahwat dan syubhat.
”Takwa berusaha keras sekuat daya menaati dan melaksanakan perintah Allah SWT lahir dan batin dengan hati yang khudhu, merendahkan diri di hadapan Allah swt,” pungkasnya. (*)
Penulis Qomari Editor Sugeng Purwanto