Prof Abdul Mu’ti: Negara Kadang Kurang Kerjaan, yang Diurus Ormas Diurusi Juga; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah.
PWMU.CO – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd membahas tantangan dalam bermasyarakat dan bermuhammadiyah. Bahkan juga terkait berbangsa dan bernegara.
Hal ini dia paparkan saat menghadiri Halalbihalal Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Aula Mas Mansur Kantor PWM Jatim, Jalan Kertomenanggal IV No 1 Surabaya, Selasa (10/5/22) siang.
Awalnya, Prof Mu’ti menceritakan, setiap kali memasuki Ramadhan dan Dzulhijjah, kesibukan PP Muhammadiyah selalu meningkat. “Terutama yang berkaitan dengan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan nanti Idul Adha,” ungkapnya.
Meningkatnya kesibukan itu berkaitan dengan adanya Sidang Isbat yang memang sudah berlangsung lama. Merujuk Wikipedia, dia mengatakan Sidang Isbat mulai berlaku tahun 1950-an. Tapi permintaan penetapan sudah mulai ada sejak tahun 1946, tidak lama ketika Kementerian Agama berdiri.
“Tapi baru mulai ada penetapan yang sifatnya lebih sebagai musyawarah untuk memutuskan kapan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Sampai pada tahun sekitar 1972, ditetapkan sebuah badan di Kementerian Agama tentang Isbat,” imbuhnya.
Tantangan Kejutan Bernegara
“Seringkali kita dalam berbangsa-bernegara di hadapkan pada tarik-menarik hal-hal yang mungkin sebagian itu sudah sangat rutin, tapi khilafiah ini masih cukup menyita waktu,” curhat Prof Mu’ti.
Dia mencontohkan, tiba-tiba ada kejutan berbagai video yang sedikit menggoyahkan i’tiqad sebagian warga persyarikatan. “Membuat video-video yang berisi pernyataan dari aparatur ulama beneran ataukah ulama instan,” ungkapnya.
Seperti video yang menyatakan tidak ada shalat Tarawih delapan rakaat. Adanya 20 rakaat. Maka dia menyayangkan, “Orang Muhammadiyah yang mengaji ala kulli hal, ala kadarnya, terpengaruh juga.”
Termasuk ketika menjelang penetapan Idul Fitri, sambung Prof Mu’ti, tiba-tiba ada juga yang menggunggah video dengan narasi ormas tidak boleh membuat ketetapan mengenai Idul Fitri dan Ramadhan karena itu wewenang pemerintah. Sebagaimana pada zaman Imam Syafii, Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Khambali.
“Sebagian orang Muhammadiyah goyah juga. Tapi yang agak kritis bertanya, zaman Imam Malik kan tidak ada ormas?” ucapnya membuat seisi ruangan tersadar, lalu tertawa berjamaah.
Jadi menurutnya, negara paling enak itu Indonesia. “Diam saja, ormas dimotivasi itu urusan negara selesai sebenarnya. Cuma negara ini kadang-kadang karena kurang kerjaan, yang diurus ormas itu diurusi juga,” imbuhnya.
Baca sambungan di halaman 2: Keislaman dan Keindonesiaan Terusik