PWMU.CO – Aktivitas dakwah Suryadi terbilang ‘Nyeleneh’ dan terasa begitu istimewa. Karena Suryadi memilih jalan dakwah yang berbeda, yakni lewat komunitas budaya. Ia pun menekuni aktivitas kepurbakalaan, sebagai juru kunci dan pembaca relief Candi Jago, Tumpang, Kabupaten Malang. Meski begitu, Suryadi mengaku tidak bisa lepas dari aktivitas ber-Muhammadiyah.
Saat ditemui tim pwmu.co di Pelataran Candi Jago, Suryadi bercerita banyak tentang aktivitas kepurbakalaannya tersebut. Sebagai juru kunci, Suryadi sudah mededikasikan diri untuk merawat situs purbakala Candi Jago selama kurun waktu 39 tahun. Berkat dedikasi dan keahlian membaca relief candi tersebut, pria yang dikenal akrab dengan kerabat Keraton Yogyakarta dan Solo pada tahun 2012 lalu mendapat predikat sebagai Juru Kunci Candi Teladan Nasional.
(Baca: Khutbah di Atas Kuburan, Dakwah Abnormal Lembaga Khusus Bentukan Muhammadiyah)
Suryadi lantas mengungkapkan dirinya mempunyai filosofi dalam pemeliharaan situs kepurbakalaan. Yakni, ‘Resep 6K’. ”Memelihara situs kepurbakalaan itu butuh kecintaan, kesetiaan, keamanan, kedisiplinan, ketaatan dan keramahan,” katanya.
Setelah purna tugas pada Desember 2016, aktivitas Suryadi lebih banyak dihabiskan dengan berdakwah bersama komunitas-komunitas budayanya. Putra dari pasangan Masrifah (alm) dan Bambang Sutrisno (alm) yang tidak lain adalah perintis sekaligus tokoh Muhammadiyah Tumpang, Kabupaten Malang itu menegaskan jiwa dan raganya tetaplah Muhammadiyah.
”Orang tua saya adalah pejuang Muhammadiyah di Tumpang. Begitu pula dengan kedua saudara perempuan saya yang aktif di Nasyiatul Aisyiyah (NA) maupun ‘Aisyiyah. Saya tidak pernah melepaskan Muhammadiyah dari jiwa dan raga saya. Meskipun sudah tidak masuk struktural di Muhammadiyah, saya tetap aktif berdakwah melalui komunitas budaya di Malang.” tuturnya.
(Baca juga: Ketika Mantan PSK Belajar Tata Cara Shalat dengan Benar dan Eks PSK Jadi Tercerahkan dengan Ngaji Bersama Muhammadiyah)
Suryadi yang diketahui pernah masuk jajaran struktur Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Tumpang saat ini sedang bergerak mengaplikasikan dakwah komunitasnya. Ia berdakwah melalui aktivitas budaya. Pria yang dianggap sesepuh sekaligus budayawan Malang Raya ini bahkan hampir tidak ada waktu luang, kendati ia sudah pensiun Suryadi tetap aktif memberi materi tentang budaya dan kepurbakalaan.
”Karena keahlian saya memahami budaya Jawa, terkadang membuat seseorang berprasangka yang bukan-bukan. Karena itu saya menetapkan pilihan berdakwah lewat komunitas,” terangnya.
Kesungguhan Ayah dengan tiga anak untuk menekuni dakwah melalui komunitas budaya ini pun tidak sia-sia, karena mampu membuat banyak orang untuk mau belajar Muhammadiyah. Bahkan tak sedikit dari anggota komunitas bangga akan Muhammadiyah.
(Baca ini juga: Lewat Dakwah Khusus, Muhammadiyah Jatim Gerakkan Dakwah Berbasis Komunitas)
Ki Suryo begitu Suryadi dikenal lantas mengungkapkan, untuk menyelesaikan suatu persoalan terkadang juga memerlukan pendekatan budaya. Ia mencontohkan kejadian pada tahun 1998. ”Pada waktu itu Amin Rais mau datang ke Tumpang, Malang. Akan tetapi kedatangannya terkendala perijinan. Hampir saja acara batal. Akan tetapi melalui pendekatan budaya, akhirnya ijin itu keluar. Bahkan, semua mendukung acara tersebut sehingga pelaksanaannya saat itu lancar sekali,” ujarnya.
Suryadi menegaskan untuk dapat diterima berdakwah di komunitas-komunitas, maka kita harus masuk ke dalam komunitas tersebut. Sehingga kita bisa faham dan memahamkan. ”Jangan hanya intip-intip, tapi kita harus masuk untuk bisa menggiring mereka pada jalan yang luirus sesuai tuntunan Rasulullah,” pungkasnya. (uzlifah/aan)