PWMU.CO– Ceramah di Pengajian Ahad Pagi Muhammadiyah Kota Probolinggo, Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr Syafiq A. Mughni MA mengulas makna silaturahim dan agenda muktamar.
Pengajian sekaligus halal bihalal keluarga besar PDM Kota Probolinggo bertempat di Graha KH Ahmad Dahlan, Ahad (5/6/2022) pagi. Hadir sekitar 500 orang.
Ceramah guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu menjelaskan, ajaran Islam tidak sebatas akidah dan ibadah, tetapi juga menyangkut hubungan sesama manusia.
Prof. Syafiq A. Mughni mengutip surat Ali Imran: 112 yang menyatakan, manusia diliputi kehinaan di mana saja berada kecuali mereka berpegang pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan sesama manusia.
Sejumlah hadits juga mendorong agar kita menyebarluaskan salam. Sehingga nilai manusia tinggal dinilai menyebarkan keselamatan atau bencana.
”Dulu ada nama bus Sumber Kencono yang (diplesetkan) jadi Sumber Bencono karena sering nabrak,” ujar pria kelahiran Lamongan 1954 disambut tertawa hadirin.
Pentingnya hubungan sesama manusia, kata alumnus Pesantren Persis Bangil itu juga tergambar dalam kisah seorang Yahudi buta yang biasa disuapi makanan oleh Rasulullah saw. Sepeninggal Rasulullah, si Yahudi itu ganti disuapi Abu Bakar.
Abubakar akhirnya berterus terang, Rasulullah sudah wafat sehingga dirinya yang ganti menyuapinya. Berkat akhlak Rasulullah, si Yahudi itu akhirnya menyatakan, masuk Islam di hadapan Abu Bakar.
Terkait silaturahim, kata Syafiq, hendaknya menimbulkan kasih sayang dan solidaritas di antara sesama. ”Kalau bertemu kok ngajak tengkar atau ngrasani (ghibah) teman, ini bukan silaturahim. Silaturahim hendaknya mendamaikan yang retak, menyambung yang putus,” ujarnya.
Alumnus S3 Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat itu menyarankan agar cara pandang kita selalu ditata. ”Sebab, mindset akan menentukan posisi kita, bersyukur atau ingkar, sabar atau putus asa, husnuzhon atau su’uzhon kepada Allah,” ujarnya.
Agenda Muktamar
Prof. Syafiq juga menyinggung agenda Muktamar Muhammadiyah di Surakarta, 18-20 November 2022 mendatang. ”Ini saya bocorkan agenda muktamar, salah satunya tentang kemanusiaan,” ujarnya.
Dikatakan, Islam selalu mendorong umatnya untuk maju. ”Kita umat Islam umat yang maju, khaira ummah, ummat wasathan,” katanya.
Ciri-ciri umat berkemajuan, kata Syafiq, pertama berlandaskan tauhid. ”Agama fitrah yang lurus dalam berdakwa amar makruf nahi mungkar berlandaskan perasaan cinta. Semua manusia sama di hadapan Allah, yang membedakan ketakwaannya,” ujarnya.
Kedua, Muhammadiyah mengajak umat untuk selalu kembali kepada al-Quran dan sunnah (Arruju’ ilal Qur’an was sunnah). ”Kita di Muhammadiyah memaknai al-Quran dan sunnah tidak tekstual seperti saudara kita Salafi, karena al-Quran dan sunnah banyak metafora sehingga pemaknaan lebih ke kontekstual,” kata Syafiq.
Muhammadiyah tidak bermadzhab, tidak terikat oleh salah satu, atau salah dua madzhab, tetapi tetap menghargai pendapat para imam madzhab. ”Ibaratnya, Muhammadiyah pemahamannya tidak melalui imam madzhab tetapi melompati,” katanya.
Ketiga, kata Syafiq, Muhammadiyah menghidupkan ijtihad dan pembaharuan (Ihyaul ijtihad wat tajdid).
”Hal yang biasa kita menghidupkan ijtihad dan tajdid, misalnya dulu kita mengikuti rukyah sekarang menggunakan hisab wujudul hilal,” ujarnya. Terkait ijtihad dan tajdid, Imam Syafi’i juga menerapkan qaul qadim dan qaul jadid.
Muhammadiyah juga berupaya menegakkan wasathiyah dalam beragama. Istilah wasathiyah ini terjemahaannya yang pas memang sulit. Kita gunakan istilah moderat atau tengahan.
”Ajaran Islam itu bersifat wasathiyah, posisinya di tengah, tidak terjebak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Yang ekstrem kanan (mengklaim): semua ajaran Islam harus dilaksanakan sesuai pemahaman saya,” kata Syafiq.
Sisi lain, penganut ekstrem kiri berprinsip ajaran Islam itu rahmatan lil alamin dan serba boleh. ”Contohnya, tidak ibadah gak apa-apa, Allah kan Maha Pengampun,” ujarnya.
Prinsip ajaran Islam lainnya adalah tasamuh (toleran). “Tidak berarti kita menghormati korupsi, kejahatan. Yang jelas Muhammadiyah tidak pernah membubarkan pengajian meski beda pemahaman. Kami juga tidak pernah menghalangi pendirian masjid lain,” beber Syafiq di akhir ceramah.
Penulis Ikhsan Mahmudi Editor Sugeng Purwanto