PWMU.CO – Saat menjadi pembicara dalam acara “Konsolidasi Organisasi Jelang Sidang Tanwir Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur”, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Din Syamsuddin bercerita tentang adanya stasiun televisi nasional yang akan dijual.
(Berita terkait: Penjelasan Din Syamsuddin Kenapa Muhammadiyah Jarang Adakan Kegiatan Pengumpulan Massa)
Tawaran itu pun ditanggapi Din dengan penuh antusias. Harga stasiun televisi tersebut diperkirakan mencapai Rp 500 miliar. Mengetahui hal itu, Din pun segera bergerak menghimpun dana dari umat Islam.
(Berita terkait: Din Syamsuddin: Jangan Ada Imam Lain di Muhammadiyah Selain Ketua Umum PP dan Fikih dan Fikib Umat Islam Menurut Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof Din Syamsuddin)
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015 itu berencana mengelola stasiun televisi untuk kepentingan umat Islam. Sayangnya, transaksi jual-beli tersebut gagal, ketika pemilik tv mengetahui jika Din akan memanfaatkan stasiun layar kaca itu untuk dakwah Islam. Kebetulan yang punya tv tersebut adalah non-Muslim.
“Pemiliknya urung melepas stasiun televisi itu, karena belakangan tahu kalau mau dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam,” ujar Din.
(Berita terkait: Optimisme Din Syamsuddin di Konsolidasi PW Muhammadiyah Jatim)
Meski penawaran itu sudah tertutup, ada saja tanggapan dari Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, DR M. Saad Ibrahim. Dengan berseloroh, Saad mengatakan seharusnya Din Syamsuddin menawarkan penjualan televisi tersebut kepada PWM Jatim.
“Seharusnya Pak Din menawarkan pembelian TV itu ke PWM Jatim. Tidak perlu khawatir soal biaya. Kalau Rp 500 miliar, kami sudah punya. Kami telah kerja sama dengan Bank Jatim,” seloroh Saad yang disambut geer geer peserta Konsolidasi PWM-PDM se-Jatim.
(Baca juga: Unmuh Bergotong-royong Sponsori Siaran Langsung KNIB di TV Nasional)
Ah, ada-ada saja. Tapi yang jelas PWM Jatim dan Bank Jatim memang melakukan kerjasama dalam pembiayaan berbagai amal usaha Muhammadiyah (AUM) se-Jawa Timur. Dari kesepakatan awal Rp 500 miliar, kini sedang memasuki pembaruan untuk penambahan nominalnya. (ilmi)